Lahan pertanian di Bangli. (BP/dok)

Kebutuhan bahan pangan kini menjadi masalah serius bagi banyak negara. Meningkatnya populasi penduduk dan makin menyusutnya lahan pertanian adalah dua faktor utama yang menghambat capaian program ketahanan dan kemandirian dalam pengadaan bahan pangan.

Di sisi lain, inovasi dan pemberdayaan sektor pertanian tak kunjung optimal. Wacana memberdayakan pertanian pun hanya sebatas wacana, mengingat faktanya banyak kebijakan justru bersinggungan dengan sektor pertanian.

Bagi Bali, tantangan mandiri dalam stok pangan juga terkendala. Sebagai destinasi pariwisata dan padatnya penduduk adalah masalah serius bagi Bali dalam hal ini. Makanya ketergantuangan Bali dari Jawa dan Sulawesi, termasuk Lombok dalam hal ketersediaan bahan sudah terkondisikan sejak lama. Kondisi inilah yang harus diurai dengan pendekatan yang lebih jelas dalam pemberdayaan pertanian.

Baca juga:  Pastikan Aman Dikonsumsi, Kesehatan Ribuan Ternak Babi Diperiksa

Namun, jika kita cermati krama Bali sebenarya sudah memiliki konsep keekonomian sesuai dengan ajaran Hindu. Konsepnya sederhana, yakni menghadirkan kekuatan manifestasi Tuhan dalam diri dan keluarga. Ketika konsep Tuhan ada pada diri dan keluarga diyakini mereka akan selamat dan hidup sejahtera. Itu disebut jagaditha.

Tanah atau lahan pertanian saat itu benar-benar menjadi panglima kehidupan keluarga. Hampir semua KK di Bali memeliki lahan pertanian ditambah dengan teba atau tegalan. Jika tidak mereka menjadi petani penyakap, namun tetap bisa hidup mandiri. Konsepnya, apa yang mereka perlukan sehari-hari itulah yang ditanam. Makanya tegalan bukan saja sebagai pembuangan akhir, juga untuk menanam kelapa, bambu, pisang, dll.

Baca juga:  Kepala Daerah Diminta Perhatikan Ketersediaan Pangan di Tengah Pandemi

Di palamehan mereka pasti memiliki gelebeg dari ukuran besar hingga kecil. Makanya ketika kita bicara soal trilogi ekonomi Bali, gelebeg, jineng atau tempat menyimpan padi dan gabah ini adalah simbol ketahanan pangan Bali. Di sini juga dipuja Dewi Sri sebagai dewi kesuruburan. Nyaris tak pernah ada kasus gizi buruk di Bali saat itu.

Untuk itulah ke depan Bali harus melakukan langkah yang jelas jika ingin mandiri dalam pengadaan ketersediana bahan pangan. Pendekatan yang lebih jelas menyelamatkan pertanian baik dari sisi lahan, ketersedian air irigasi dan keberlangsungan generasi petani. Masalah yang terakhir ini mungkin akan menjadi masalah serius jika Bali tak segera memberikan insentif bagi lahan pertanian, termasuk memperhatikan harga-harga komoditi pertanian.

Baca juga:  Perkuat Pendukung Budaya Bali
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *