Guru sedang mengajar di kelas. (BP/dok)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Pemberian tunjangan profesi guru oleh pemerintah dari tahun 2005 kepada seluruh guru sebagai amanat dari undang-undang tidak serta merta meningkatkan kualitas pendidikan. Pemberian tunjangan profesi bukan serta merta hadiah bagi guru tapi bagaimana guru harus mampu meningkatkan profesionalismenya.

Dari tahun ke tahun kualitas pendidikan masih saja belum begitu banyak terjadi perubahan yang signifikan  padahal anggaran pemerintah untuk tunjangan profesi guru sangatlah besar.

Untuk itu, sebagai wujud peningkatan kualitas Sumber daya manusia secara terstruktur, sistematis, dan masif, perlu dilakukan orientasi pola baru pengembangan profesi guru yang benar dan baik. Pola pengembangan profesi guru tersebut disebut dengan pola pengembangan profesi guru berbasis zonasi.

Upaya peningkatan kompetensi guru tidak bisa lagi sporadik seperti selama ini. Guru membutuhkan pelatihan yang berkesinambungan dengan dukungan pendanaan yang konsisten dari pemerintah pusat dan daerah.

Pelatihan untuk kompetensi peningkatan kompetensi guru dan perbaikan mutu pendidikan hendaknya kini mengikuti hasil ujian nasional sebagai peta permasalahan. Dengan demikian, masalah bisa diintervensi sesuai isu spesifik, tempat, dan variabel. Pelatihan guru juga harus berkesinambungan dengan dukungan anggaran pemerintah pusat dan daerah.

Setiap tahun, pemerintah melalui kementerian keuangan mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan dari pagu ini 60% ditransfer ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk dana alokasi umum namun tidak ada aturan khusus mengenai penggunaan dana ini. Ada pemerintah daerah yang menggunakannya untuk merenovasi sarana sekolah, ada pula yang fokus menggunakan dana untuk membayar gaji guru sebesar tunjangannya.

Tanpa adanya aturan penggunaan dana alokasi umum ini, pelatihan guru tidak akan menjadi prioritas. Alhasil, pelatihan pengembangan profesi guru hanya menjadi formalitas. Skema pelatihan terdahulu adalah guru-guru dikumpulkan dan diberi paparan teoretis bersifat searah.

Baca juga:  Jebakan Budaya Parameter Sosial

Setelah itu, mereka kembali ke sekolah masing-masing tanpa ada pengawasan lanjutan mengenai penerapan dan keberhasilan materi hasil pelatihan. Padahal yang dibutuhkan guru adalah pelatihan yang menyasar pada permasalahan nyata di ruang kelas.

Meningkatkan kompetensi guru tidak cukup hanya dengan memberikan pelatihan. Guru harus tahu tujuan mengajar dan sejauh mana pembelajaran yang telah mereka lakukan. Peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas karena mutu pendidikan bergantung pada kualitas dan kompetensi tenaga pendidiknya.

Hasil uji kompetensi guru menunjukkan kualitas guru perlu ditingkatkan. Hasil kompetensi guru rata-rata mencapai 53,02. Padahal, standar kompetensi minimal ditetapkan adalah 50. Pelatihan guru melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) akan sangat bermanfaat karena langsung melibatkan guru di lapangan dan lakukan di lokasi wilayah guru pengajar namun harus dipastikan pelatihan dimulai dari proses refleksi agar lebih efektif. Refleksi dilakukan ketika pelatihan dimulai dengan tidak boleh terburu-buru.

Butuh waktu lebih lama untuk benar-benar mengubah persepsi guru bahwa kesuksesan belajar bukan nilai ujian yang baik melainkan motivasi siswa untuk terus belajar membuka pikiran dan mengemukakan gagasan. Setelah itu, mereka bisa mulai mendiskusikan permasalahan yang ada di kelas. Solusi yang diterapkan tak sekadar menasihati siswa tetapi juga melakukan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan siswa.

Pelatihan yang baru menggunakan pendekatan berbasis masalah di zonasi masing-masing. Di MGMP, guru akan mendapatkan hasil analisis terhadap capaian skor ujian nasional dari peserta didik. Guru bisa melihat pada soal nomor berapa para peserta didik mengalami kesulitan, kemudian dia ambil materinya dengan melihat unit pembelajarannya.

Baca juga:  Gubernur Koster Dukung Penuh Pengembangan UHN IGB Sugriwa di Kampus Bangli

Pola desain program pengembangan profesi guru dalam zonasi dapat dimanfaatkan di luar jam pelajaran dengan pola in dan on. Pada kegiatan in service dilaksanakan di kelompok kerja dalam zonasi di mana guru berkumpul dalam komunitas pembelajarannya untuk membahas dan meningkatkan kualitas pembelajaran dan penilaian yang berorientasi high order thingking skills (HOTS).

Kegiatan on yang selanjutnya yaitu on the job learning, di mana hasil pertemuan di kelompok kerja dalam zonasi yang diimplementasikan. Dalam proses pembelajaran di kelas sesuai mata pelajarannya waktu pelaksanaan pembelajaran di setiap aktivitas baik pelaksanaan in maupun on dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara peserta dengan fasilitator sepanjang tidak mengganggu jam belajar siswa.

Pola pelatihan guru yang berbasis zonasi dimulai dengan in-1 yaitu pertemuan awal yang digunakan untuk memaparkan kebijakan program peningkatan kompetensi pembelajaran berbasis zonasi. Selanjutnya, adalah bagaimana pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, karakter, dan juga literasi. Selanjutnya adalah pendalaman materi pelajaran di masing-masing MGMP untuk dilakukan 3 praktik penyusunan pembelajaran dan penilaian berbasis HOTS.

Pada kegiatan in-2 digunakan untuk praktik penyusunan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Melalui pendalaman materi profesional dan juga praktik menyusun pembelajaran dan penilaian berbasis pada HOTS.  Selanjutnya, dalam kegiatan on-1 dilaksanakan desain pembelajaran dan penilaian yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kegiatan in-3 dilaksanakan review terhadap desain pembelajaran tersebut dan on-2 dilaksanakan perbaikan hasil review desain pembelajaran dan penilaian dan juga praktik pembelajaran dan penilaian. Langkah selanjutnya adalah kegiatan in-4 yaitu refleksi pembelajaran dan penilaian yang berfungsi untuk melakukan refleksi terhadap praktik-praktik baik dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah.

Langkah selanjutnya adalah kegiatan on-3 yaitu praktik pembelajaran yang kedua yang merupakan hasil refleksi untuk pembelajaran yang kedua. Langkah terakhir adalah evaluasi program atau in-5 yaitu evaluasi pelaksanaan pembelajaran berorientasi HOTS dengan penulisan laporan best practice guru.

Baca juga:  Yang Terbatas Versus Tanpa Batas

Dengan pola pembinaan profesi guru sekarang ini, maka diharapkan para guru bisa menjadi terlatih dan juga menjadi profesional dan merata. Kualitas guru yang baik dan profesional secara merata dapat dijadikan sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas peserta didik. Sehingga diharapkan siswa menjadi lebih berkualitas dan juga sumber daya manusia Indonesia bisa menjadi lebih meningkat

Pola pembinaan guru era baru ini sangat dituntut kemauan guru untuk menghadirkan teknologi di kelas. Jangan sampai guru jadi ketinggalan zaman atau menjadi guru zaman old. Untuk itu, perlu dilakukan penyelenggaraan yang harus dilakukan oleh pemerintah bersifat zonasi sehingga nanti terjadi sinergi antara guru yang terus melek terhadap perkembangan zaman.

Tidak dapat dimungkiri bahwa seluruh pengembangan profesi guru sekarang ini masih hanya dalam tataran individu-individu sekolah tidak secara sistematis melalui MGMP ataupun KKG. Pelaksanaan pola pelatihan melalui MGMP ataupun KKG dari tahun ke tahun, sekarang ini sangatlah lesu seperti mati segan hidup tak mampu.

Untuk itu, perlu dilakukan suatu pelatihan pada anggota KKG-MGMP sehingga guru terus mendapatkan update informasi dan juga pelatihan yang berkesinambungan sehingga menjadi benar-benar aktif dalam pembelajaran. Dalam pola pelatihan guru berbasis zonasi era baru akan terjadi beberapa sinergi antara guru inti dengan guru sasaran. Harapannya dengan pendekatan MGMP ini bisa menjadi solusi para guru untuk meningkatkan mutu, kompetensinya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Penulis, guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *