Sanggar seni penyandang disabilitas “Rwa Bhineda”, Denpasar menampilkan seni taman penasar pada Pesta Kesenian Bali (PKB) XLI di Taman Budaya, Denpasar, Selasa (9/7). (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Memiliki keterbatasan penglihatan atau tunanetra, tidak menyurutkan semangat Sanggar Seni “Rwa Bhineda” Kota Denpasar mengekspresikan bakat seninya. Hal ini dibuktikan dengan menampilkan sebuah garapan seni tabuh mengiringi tari Prembon pada PKB ke-41 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Selasa (9/7).

Layaknya orang normal, sekaa sanggar yang didominasi para tunanetra ini mampu menyajikan tabuh yang mengiringi penari Prembon yang dibawakan 5 orang penari dengan apik. Para penabuh yang terdiri dari 16 laki-laki dan 2 perempuan ini begitu piawai memainkan gamelan Bali. Bahkan, nyaris tanpa kesalahan.

Baca juga:  Warga Jembrana Ini Jadi Satu-satunya Atlet Disabilitas Wakil Indonesia di AS

Pementasan mereka pun mendapat apresiasi dari para penonton. Bahkan para penonton tak mau beranjak dari tempat duduknya sebelum penampilan mereka usai.

Sebelum tampil, para penabuh tunanetra ini dilatih selama kurang lebih tiga bulan. Meskipun bagi mereka terbilang singkat, karena dalam satu minggu hanya sekali latihan, namun karena sering tampil ngayah pada upacara keagamaan tertentu membuat hasil garapan mereka tidak mengecewakan. Setiap tabuh yang ditampilkan selalu mendapat tepuk tangan dari penonton.

Baca juga:  IKN Ramah Difabel

Sekaa Sanggar Seni Penyandang Cacat ‘’Rwa Bhineda’’ ini sejati sudah ada sejak tahun 1997. Namun, mulai dilatih secara intensif tahun 1998. Tidak mudah melatih orang berkebutuhan khusus. Bahkan, di awal-awal sangat sulit. Bagitu yang dirasakan oleh I Made Gde Mandra, S.Sn. selaku Pembina Sanggar Seni Penyandang Cacat ‘’Rwa Bhineda’’ Kota Denpasar. Para seniman penyandang cacat ini dilatih di rumahnya di Jalan Batuyang, Batubulan Kangin, Sukawati, Gianyar.

‘’Pada awal-awal tahun 1998 itu, manangis saya melatih mereka, gak kuat melihat keadaan mereka. Saya berpikir kenapa orang-orang ini (tunanetra) memiliki niat ikut menjaga dan melestarikan seni. Akhirnya mereka juga mengajarkan saya teori bagaimana cara menghadapi dan melatih orang-orang seperti mereka. Lama-kelamaan tantangan itu hilang, bahkan saat ini sama sekali tidak ada kesulitan untuk melatih mereka,’’ ujar I Made Gde Mandra.

Baca juga:  Gender Wayang Jadi Primadona di Kalangan Anak-anak

Tarian Prembon yang dipentaskan mengangkat kisah ‘’Wak Prana’’ yang menceritakan tentang pengorbanan cinta seorang wanita kepada pasangannya demi kejayaan kerajaan. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *