Prof. Drg. I Gede Winasa, saat menjalani sidang PK di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) Prof. Drg. I Gede Winasa, atas dugaan korupsi bea siswa untuk Stitna/Stikes Jembrana, Selasa (12/2) kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Termohon dalam hal ini pihak kejaksaan mendapatkan kesempatan menghadirkan saksi fakta. Jaksa I Gede Artana dkk, di hadapan majelis hakim PK pimpinan Angeliky Handaja Day, menghadirkan saksi Made Ardana, yang merupakan mantan Kasubag Perundang-Undangan Bagian Hukum Pemda Jembrana.

Dalam PK ini, tentu yang dibahas masih soal Perbup 04/2009 tentang pemberian Bea Siswa. Karena perbup inilah yang menjadi dasar pemberian mahasiswa sekaligus yang mengantarkan Prof. Winasa mendekam di hotel prodeo.

Saksi Ardana yang juga sempat berdinas di Bagian Hukum Setda Kabupaten Jembrana itu, menegaskan bahwa Perbup 04/2009, yang selama ini disebut-sebut tidak ada oleh Prof. Winasa, saksi dengan tegas mengatakan Perbup itu ada.

Baca juga:  Tekan Kebocoran, PDAM Ganti Ribuan Water Meter

Dan, itu diajukan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Bahkan drafnya sempat di revisi di bagian hukum. “Itu dirancang oleh dinas dan disampaikan ke kami,” tegas saksi.

Bahkan, sambung dia, Perbup itu ditandatangani bupati. “Jika tidak, kami tidak mungkin berani menandatangani,” sebut saksi.

Saksi mengakui bahwa Perbup 04/2009 itu tidak di cap atau stempel. Namun jika dibutuhkan untuk di foto copy, baru dikasih cap.

Lantas, yang pegang Perbup 04/2009 yang asli itu siapa? Saksi mengatakan bahwa yang dijadikan barang bukti oleh pihak kejaksaan diakui bahwa itu foto copy-an. Lantas aslinya mana? “Di dinas,” jawab saksi.

Baca juga:  Sopir Travel Divonis 1 Tahun 7 Bulan, Pembuat Suket Palsu 1 Tahun 10 Bulan

Prof. Winasa dan juga majelis hakim sempat meminta pada saksi, apakah bisa menunjukkan Perbup 04/2009 yang asli? Saksi kembali menjelaskan bahwa itu ada di dinas.
Atas jawaban itu, mulailah keterangan saksi digali soal mekanisme pengajuan Perbup 04/2009 itu.

Saksi Made Ardana kembali menegaskan bahwa itu diajukan oleh dinas (Disdikpora). Dan sempat dilakukan revisi, hingga akhirnya diajukan kembali melalui staf Disdikpora bernama Wisnu. Namun mekanisme pengajuan itu sebagian tidak sesuai mekanisme proses pengajuan Perbup.

Pasalnya, Wisnu (staff Disdikpora) potong kompas, dan mengambil sendiri draf Perbup itu di bagian hukum untuk dibawa sendiri dicarikan paraf dan tandatangan ke asisten dan bupati.
Mestinya, kata saksi, sebelum diteken bupati, seharusnya dari bagian hukum, naik ke Asisten 1 lalu ke Sekda untuk ditandatangan bupati. Namun saat itu Sekda belum ada di Jembrana.
Prof. Winasa kembali menanyakan pada saksi, bahwa itu artinya bahwa Perbup 04/2009 itu prosesnya tidak benar? “Sebagian prosesnya tidak sesuai mekanisme,” jelas saksi Made Ardana.

Baca juga:  Tuai Keluhan, Sanksi Denda Warga yang Tidak Bermasker

Namun di kesempatan sidang itu, Prof. Winasa kemudian bersuara lantang dan menegaskan tidak pernah menandatangani Pergub 04/2009. “Mari bersumpah, kalau saya menandatangani. Ini biar jelas, ayo bersumpah,” tantang Winasa.

Hakim kemudian menyela. Winasa kembali menjelaskan bahwa di Perbup 04/2009 yang diajukan sebagai barang bukti, ada dua tandatangan yang berbeda. “Ini bisa menjadi novum baru, jika dilaporkan ke tindak pidana. Tapi harus dibuktikan dulu,” tandas hakim. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *