Petugas menunjukkan sampling makanan dan hasil uji yang mengandung formalin. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penggunaan bahan berbahaya seperti rhodamin B, methanyl yellow, pewarna dilarang, dan formalin pada makanan masih marak dilakukan. Utamanya oleh pelaku usaha mikro atau industry rumah tangga (home industry). Segala bentuk upaya pembinaan, edukasi, dan sosialisasi tak juga mempan untuk membendungnya.

Gerah dengan kondisi ini, Pemprov Bali segera merumuskan regulasi serta sanksi bagi para pihak yang menggunakan bahan berbahaya tersebut. “Kita buat payung hukumnya dulu berupa peraturan gubernur (pergub), sehingga nanti pada saat melakukan penindakan di lapangan tidak disalahkan,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Mardiana usai menggelar rapat ketahanan pangan di Wiswasabha Pratama, Kantor Gubernur Bali, Kamis (23/8).

Baca juga:  Warga Gilimanuk Doa Bersama di Gelung Kori

Menurut Mardiana, pergub juga disiapkan untuk menindaklanjuti Permendagri No.41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah. Namun, regulasi dalam bentuk pergub belum memuat sanksi hukum. Oleh karena itu, pihaknya juga akan merumuskan perda sebagai payung hukum untuk memberlakukan sanksi. “Untuk sanksi, perlu dikaji dan duduk bersama dengan Biro Hukum. Kalau ada penindakan, sanksinya berapa lama. Pelakunya kan lebih banyak dari ekonomi mikro, ini jadi masalah juga. Apakah perlu memberikan pemahaman atau penguatan modal agar tidak menggunakan bahan berbahaya itu tadi,” jelasnya.

Mardiana menjelaskan, penggunaan bahan berbahaya tidak baik bagi kelangsungan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, rhodamin yang sudah melebihi batas ambang dan terakumulasi cukup lama di dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Sementara makanan yang mengandung bahan berbahaya tersebut kini banyak ditemukan pada jajanan siswa sekolah. “Kasihan generasi muda kita. Sebelum ada payung hukum, kita tetap melakukan upaya pencegahan untuk meminimalisasi penggunaan bahan berbahaya tadi,” tandasnya.

Baca juga:  Hampir Dua Pekan Terus Bertambah, Segini Jumlah Pasien Positif COVID-19 di Bali

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni mengatakan, bahan berbahaya pada makanan sudah menjadi perhatian nasional. Sementara BPOM tidak bisa bekerja sendiri untuk mengatasi masalah tersebut. Perlu ada sinergi yang dibangun dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Satpol PP khususnya, diharapkan bisa ikut mengawal peredaran bahan berbahaya di masyarakat.

“Kita sih inginnya pembinaan, tapi dari dulu sudah pembinaan tidak mempan-mempan. Nanti punishment-nya seperti apa. Sebetulnya ini sudah pidana, sudah bisa penegakan hukum. Sudah ada UU Pangan, tidak boleh memproduksi pangan mengandung bahan berbahaya,” ujarnya.

Baca juga:  Dorong Kebangkitan Ekonomi dengan Perdagangan Internasional, BRI Gelar Hedging School 2021

Adhi Aryapatni membeberkan pula hasil pengujian pasar jelang hari raya Galungan beberapa waktu lalu. Dari total 166 sampel makanan yang diambil di 7 pasar dan 2 terminal, 48 diantaranya atau 28,92 persen positif mengandung bahan berbahaya. Diantaranya, teri medan dan sudang mengandung formalin, serta panganan tradisional seperti jaje uli, jaje begina, gipang, dan apem mengandung rhodamin B. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *