Suasana di Danau Buyan, Buleleng. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Gangguan lingkungan di sekitar Danau Buyan, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada saat ini, salah satunya dipicu tanaman semusim yang menggantikan tanaman keras. Selain itu, guna meningkatkan produktivitas tanaman, petani menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia.

Menurut Kepala Dinas Pertanian (Distan) Buleleng, Nyoman Genep, Selasa (3/7), pergantian tanaman keras menjadi tanaman semusim mengakibatkan kontur tanah berubah menjadi labil. Ketika hujan tanah yang gembur mudah erosi hingga memicu pendangkalan di hilir.

Material yang mendangkal itu cepat menyuburkan gulma atau semak liar. Selain itu, bekas pemupukan atau penggunaan obat-obatan yang dihanyutkan saat tanah mengalami erosi juga merangsang tumbuhnya gulma dan semak liar.

Ia mengatakan, sekarang ini pihaknya berupaya melakukan upaya pengendalian yang realistis dan diikuti oleh petani itu sendiri. Program menyadarkan petani agar menanam varietas tanaman sebagai penyangga resapan air seperti pada beberapa tahun sebelumnya sulit dilakukan sekaligus.

Baca juga:  Naik Tiga Kali Lipat, Jumlah WNA di Densel

Diutarakan, petani kurang tertarik menanam kopi atau tanaman keras lain karena budidaya tanaman ini dinilai kurang menguntungkan. Sebaliknya, dengan menanam bunga pecah seribu, stroberi, wortel, dan sayur-sayuran mampu memberi keuntungan berlipat.

Pada situasi ini, sangat sulit mengarahkan petani agar mereka kembali menanam kopi atau tanaman keras lain. “Petani di sana sudah menemukan hasil kalau bunga atau stroberi dan sayur yang sekarang banyak dibudidayakan seiap hari mampu menghasilkan. Sehingga, tidak mungkin petani itu mau untuk kembali menanam kopi atau tanaman seperti terdahulu,” katanya.

Baca juga:  Diapresiasi, Partisipasi Publik Jaga Bali

Meski demikian, Genep mengaku perlahan pihaknya memberi pemahaman kepada petani agar berpartisipasi menjaga kelestarian kawasan danau. Distan dari beberapa tahun terakhir, lanjutnya, menyiapkan bantuan bibit kopi yang dibiayai dari APBD Buleleng. Ribuan pohon bibit kopi ini dibagikan kepada kelompok subak dengan gratis.

Dari penyedian bibit kopi ini, petani diajarkan bertani dengan budidaya tanaman tumpang sari. Artinya, petani tetap bisa menanam bunga, stroberi, wortel dan sayur. Sementara bantuan bibit kopi ini dianjurkan ditanam untuk menguatkan tanah perkebunan mereka.

Untuk merangsang petani serius membudidayakan kopi, Distan juga memfasilitasi petani melakukan pascapanen dengan sistem kopi olah basah. Dengan cara ini, produksi kopi meningkat dibandingkan pengolahan yang sudah biasa. “Dengan memperbanyak tanaman untuk menguatkan struktur tanah yang sudah lama gembur, kami yakin erosi akan bisa dikendalikan,” jelasnya.

Baca juga:  15 Hektar Tembakau Terserang Virus Mosaik

Terkait ketergantungan petani menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia, Genap mengaku sulit menyadarkan petani agar menggunakan pupuk atau obat-obatan organik. Ini karena, pemakaian pupuk dan obat-obatan kimia sudah berlangsung lama dan petani sendiri membuktikan tanaman mampu berproduksi optimal.

Distan, lanjutnya, berupaya mengalakkan pertanian dengan sistem ramah lingkungan. Pola ini diyakini jauh lebih realistis dan bisa diikuti oleh petani. Pupuk atau obat-obatan kimia tetap dipakai. Untuk mengimbangi, petani diajarkan menggunakan pupuk organik, sehingga dapat menjaga tingkat kesuburan atau kontur tanah dari residu pupuk dan obat-obatan kimia berlebihan. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *