Petani sedang berada di sawah. (BP/dok)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Penggunaan pupuk organik pada sektor pertanian gencar dikampanyekan pemerintah. Termasuk di Kabupaten Klungkung. Namun, hal tersebut belum mendapat respon maksimal dari petani.

Sebagian besar masih bergantung pada pupuk kimia. Demikian pula dalam penanganan hama, pestisida nabati belum dilirik, dengan sejumlah alasan. Realita ini menyebabkan unsur hara pada lahan semakin terancam. 

Petani di Subak Sidayu, Kecamatan Banjarangkan, Nyoman Karma menuturkan pupuk kimia masih menjadi kebutuhan wajib untuk penyuburan tanah. Porsi organik tergolong sedikit.

Ia beralasan, penggunaannya karena mampu mendatangkan hasil lebih cepat. Demikian pula produksi padinya bisa lebih banyak. “Sekarang petani dituntut tingkatkan produksi. Karena seperti itu, pakai pupuk kimia,” katanya, Sabtu (17/2).

Baca juga:  Hingga 12 Maret, Segini Jumlah WNA Ditolak Masuk ke Bali

Melihat pengalaman penggunaan pupuk organik di subak lain, hasil panennya lebih sedikit jika dibandingkan dengan kimia. Sebagai petani, itu tentu tidak memuaskan lantaran berimbas pada pendapatan. “Itu makanya belum berani menggunakan pupuk organik penuh. Untuk jangka pendek sulit, efeknya ke tanaman perlu waktu lebih lama,” ucapnya.

Jika ingin benar-benar mendorong petani untuk meninggalkan pupuk kimia, menurut Karma pemerintah harus mampu mensubsidi petani dalam kurun beberapa tahun, ketika masih tahap penyesuaian. “Untuk musim pertama, bisa saja panen lebih sedikit. Ini kan merugikan petani. Perlu ada subsidi supaya pendapatan setara dengan hasil penggunaan pupuk kimia,” ungkapnya.

Baca juga:  Siswa dan Mahasiswa Berkebutuhan Khusus Antusias Gunakan Hak Pilih

Terkait penanganan hama juga masih menggunakan pestisida kimia. Lagi-lagi, proses dan hasil lebih instan dijadikan alasan. “Ada pelatihan pembuatan pestisida nabati. Tetapi kami belum mencoba. Masih kimia,” imbuhnya.

Petani di Subak Losan, Desa Takmung, Ketut Suetana juga menyatakan sebagian besar petani masih enggan menggunakan pupuk organik maupun pestisida organik. Padahal harganya jauh lebih mudah dari kimia. “Semuanya masih memakai kimia. Hasilnya lebih cepat terlihat,” sebutnya.

Kepala Dinas Pertanian Klungkung, Ida Bagus Juanida mengakui karakter petani seperti itu. Ditegaskan, jika terus menggunakan pupuk kimia, unsur hara dalam tanah semakin terancam. “Memang masih sulit mengarahkan petani untuk pakai organik. Memang hasilnya tidak terlihat instan. Tetapi untuk jangka panjangnya bagus. Dari waktu panen juga sama. Asal pemakaiannya sesuai SOP,” jelasnya.

Baca juga:  Gianyar Raih Tropi dan Penghargaaan Kalpataru 2018

Tahun ini, pemkab membuat demplot padi organik seluas 25 hektar di Desa Getakan, Kecamatan Banjarangkan. “Kami buat percontohan. Semua proses, dari pemupukan sampai pembasmian hama pakai organik. Ini untuk memberi contoh ke petani,” katanya.

Terkait pupuk organik, tahun ini Kabupaten Klungkung mendapat subsidi dari Pemerintah Provinsi Bali untuk 2.355 hektar lahan, dengan volume 500 kilogram per hektar. “Kalau dari sisi harga, sangat murah. Petani hanya bayar Rp 150 per kilo. Rp 800 disubsidi Pemprov,” terangnya. (Sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *