Pelajar mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA) SMA. Rencananya pada tahun depan akan digelar TKA untuk siswa SMP. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dunia pendidikan di Bali tak lepas dari berbagai permasalahan baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) serta pendidikan tinggi (Dikti). Di Dikdasmen perlu dipikirkan penyelenggaraan pendidikan terjangkau dan berkualitas di semua jenjang pendidikan.

Apalagi Bali menuju program Wajib Belajar 12 Tahun (SLTA). Sedangkan di Pendidikan Tinggi (Dikti) dihadapkan masalah tantangan mengatasi angka pengangguran.

Di tingkat pusat mulai tahun 2025 sejak Prabowo dilantik menjadi Presiden, ranah pendidikan dan kebudayaan yang dulu menjadi satu (Kemendikbudristek) kini dibagi tiga. Untuk SD, SMP dan SLTA sederajat diurus Kemendikdasmen. Untuk pendidikan tinggi, sain dan teknologi di bawah Kemendikti Saintek. Sedangkan urusan kebudayaan kini di bawah Kementerian Kebudayaan.

Di Bali masalah biaya pendidikan tetap menjadi masalah klasik yang tak pernah terpecahkan. Masyarakat yang sebenarnya mendapatkan akses pendidikan gratis terkendala masalah biaya. Makanya jangan salahkan masyarakat mencari sekolah negeri.

Pengamat pendidikan yang juga mantan asesor Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah/Madrasah Prov Bali, Dr. Ida Bagus Anom, M.Pd., menyebut sangat tepat kalau Pemprov Bali memberikan bantuan subsidi berupa standardisasi biaya pendidikan minimal kepada SLTA sederajat. Dengan demikian pelayanan di sekolah swasta dan negeri akan sama.

Sekolah swasta pun tak lagi memungut SPP karena sudah ditanggung lewat standar biaya pendidikan termasuk gaji honor gurunya.

Alasan kedua, jika memilih sekolah negeri tetap mereka dikenakan biaya komite, apalagi di sekolah swasta segalanya serba mandiri.

Menurut Ida Bagus Anom, hal ini pernah dibahas di DPRD Bali namun gagal mencapai kata sepakat karena nominalnya tinggi. Jika hanya mengandalkan dana BOS, dia yakin sulit menikmati pendidikan murah di Bali. Apalagi Bali berani memproklamirkan program Wajar 12 tahun, pemerintah wajib membantu menanggung biaya hingga anak tamat SLTA.

Baca juga:  Terseret Arus Tukad Badung saat Nyuci Baju, IRT Ditemukan Tak Bernyawa

Hal ini dibenarkan Ketua PGRI Bali, Dr. IGN Eddy Mulya bahwa tak hanya sekolah negeri yang mendapatkan biaya standar pendidikan juga sekolah swasta jika ingin biaya pendidikan terjangkau di Bali. Makanya sangat tepat Bali segera memiliki standardidasi biaya pendidikan yang berkeadilan bagi negeri dan swasta.

Sementara itu di pendidikan tinggi dihadapi masalah pengangguran. Ida Bagus Anom yang juga mantan dosen tersebut juga menyingggung masalah utama di dunia pendidikan tinggi yakni besarnya angka pengangguran. PTS dan PTN wajar memproduksi lulusan sebanyak-banyaknya.

Data BPS menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Bali pada Februari 2025 sebesar 1,58% (43.130 orang). Angka ini turun 0,29% dibandingkan Februari tahun 2024 sebesar 1,87% (50.680 orang).

Apabila dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, TPT Agustus 2024 tertinggi pada jenjang pendidikan Diploma I/II/III sebesar 3,40%, dan terendah pada TPT dengan jenjang pendidikan SMP ke bawah yang tercatat sebesar 1,32%.

Dibandingkan dengan Agustus 2024, TPT pada Februari 2025 mengalami penurunan pada dua jenjang pendidikan, yaitu pada jenjang pendidikan SMP ke bawah dan SMA. Pada jenjang pendidikan SMP ke bawah, penurunan tercatat sebesar 0,71 persen, sementara penurunan pada lulusan SMA sebesar 0,28 persen.

Baca juga:  Job Fair Jembrana Diserbu Pencari Kerja ke Luar Negeri

Sedangkan, TPT pada jenjang pendidikan diploma ke atas mengalami kenaikan. Data ini menunjukkan lulusan perguruan tinggi di Bali menjadi penyumbang pengangguran.

Menangapi dua masalah tersebut mantan Kepala Disdikpora Bali, Dr. KN Boy Jayawibawa mengatakan dari 22 misi Pemerintah Provinsi Bali, tugas Disdikpora Bali mengemban empat misi yakni misi 4, 5, 6, dan 11 yang pada intinya adalah bagaimana mewujudkan SDM Bali unggul, diawali dari dunia pendidikan.

Dalam bidang pendidikan, banyak hal yang harus dibenahi. Gubernur Wayan Koster selalu menekankan pada tiga hal penting yang menjadi fokus utama yakni peningkatan akses dan mutu pendidikan SMA/SM dan SLB, peningkatan kesejahteraan guru dan kepala sekolah dan peningkatan tata kelola penyelenggaraan pendidikan berkualitas.

Syukur kini diluncurkan program Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS) yang dimulai Agustus 2025. Ini adalah inisiatif Pemerintah Provinsi Bali yang diprakarsai Gubernur Wayan Koster, bertujuan membantu keluarga miskin di Bali agar setidaknya satu anggota keluarganya bisa kuliah S-1 atau D-4 dengan beasiswa penuh/subsidi besar dari Pemprov Bali dan puluhan kampus di Bali.

Mereka ditanggung biaya kuliah, uang gedung, hingga uang saku bulanan, sebagai upaya meningkatkan SDM Bali agar berdaya saing.

Dalam implementasinya di lapangan kuota yang disiapkan pemerintah hanya terisi 20-30 persen penerima beasiswa. Rektor UPMI Bali Prof. I Made Suarta, Rektor Itekes Bali, Gede Putu Darma Suyasa.Ph.D., Rektor Unmas Prof. Lanang Prabawa dan Rektor Dwijendra University Prof. Gede Sedana mengakui dari 100 kursi yang disiapkan 20-30 persen yang terisi.

Baca juga:  Pemotor Dikeroyok Hingga Kritis

Jika memang KK miskin tak bisa memenuhi kuota para rektor berharap kuota sisa bisa diisi keluarga yang memiliki anak Nyoman dan Ketut. “Saya setuju itu sebagai penghargaan bagi anak Bali Nyoman dan Ketut dengan berbagai pertimbangan tertentu,” tegas Rektor UPMI Bali, I Made Suarta.

Kepala LLDikti Wilayah VIII Bali dan NTB, Dr. I Gusti Lanang Bagus Eratodi mengungkapkan selain fokus mengatasi masalah pengangguran lewat kewirausahaan, kini Kemendikti Saintek fokus dalam membentuk lulusan perguruan tinggi berdampak pada masyarakat. Artinya, program PT harus memberi dampak positif bagi warga.

Dia mengatakan program SKSS ini sangat bagus namun perlu diperkuat lagi ke depan. Sementara pemerintah pusat kini sedang membuka dan menyebar pembukaan Fakultas Kedokteran (FK) di Bali. Sebelumnya FK hanya dimiliki FK Unud dan Unwar, kini sudah tersebar di FK Unmas, FK Undiksha, FK Undira dan FK  UHN  Bagus Sugriwa. Ini artinya warga Bali tak perlu lagi ke luar daerah kuliah di FK, karena makin banyak tersedia dan pilihan di Bali.

Eratodi berharap PT di Bali mendukung transformasi pendidikan tinggi yang bermutu, inklusif, adaptif, dan berdampak nyata bagi masyarakat. Teruslah berkolaborasi lewat nilai budaya lokal, penguatan akademik, dan semangat inovasi.

Dia bangga semua PT di Bali kini berlomba menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan kontribusi nyata bagi pembangunan berkelanjutan. (Sueca/balipost)

BAGIKAN