
TABANAN, BALIPOST.com – Menjamurnya akomodasi pariwisata ilegal di Bali kian mengkhawatirkan. Selain berdampak pada merosotnya tingkat hunian hotel resmi dan stagnannya pendapatan asli daerah (PAD), kondisi ini juga membuka celah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), termasuk kejahatan lintas negara yang melibatkan warga negara asing (WNA).
Untuk menutup celah tersebut, Polda Bali melalui Direktorat Intelkam meluncurkan Cakrawasi (Cakra Pengawasan Orang Asing), sistem pendataan WNA berbasis web yang terintegrasi dan real time. Program ini dirancang untuk memperkuat pengawasan keberadaan orang asing, khususnya di tengah pesatnya pertumbuhan hunian tidak berizin di kawasan pariwisata.
Di tingkat daerah, sosialisasi Cakrawasi terus digencarkan. Di Kabupaten Tabanan, sosialisasi dilaksanakan Jumat (19/12) yang disampaikan oleh Ipda I Ketut Yudi Mahendra Putra.
Dalam kegiatan tersebut, para pelaku usaha akomodasi diberikan pemahaman terkait kewajiban pelaporan WNA melalui aplikasi Cakrawasi. “Data orang asing dapat dilaporkan secara cepat, akurat, dan real time. Ini sangat membantu kepolisian dalam melakukan pemetaan serta deteksi dini potensi gangguan kamtibmas,” ujar Ipda Yudi.
Ia menegaskan, kewajiban pelaporan tamu asing telah diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 117 UU Keimigrasian. Karena itu, seluruh pengelola penginapan, baik hotel, vila, maupun rumah tinggal yang disewakan, wajib mematuhi ketentuan tersebut. “Kepatuhan pelaku usaha sangat penting untuk menekan praktik akomodasi ilegal dan menjaga keamanan wilayah,” tegasnya.
Kehadiran aplikasi real time ini dinilai semakin relevan seiring melonjaknya kunjungan wisatawan asing ke Bali. Pada 2024, jumlah kunjungan mencapai 6,3 juta orang dan pada 2025 diproyeksikan menembus 7–8 juta kunjungan.
Namun, peningkatan tersebut tidak sejalan dengan kinerja hotel resmi. Banyak wisatawan justru memilih menginap di vila, rumah kontrakan, dan akomodasi liar yang luput dari pendataan serta kewajiban pajak.
Data Polda Bali mencatat, kasus kriminal yang melibatkan WNA mengalami peningkatan signifikan, dari 445 kasus pada 2024 menjadi 522 kasus hingga Oktober 2025. Sejumlah kasus tersebut, termasuk narkotika dan kejahatan lintas negara, diketahui beroperasi dari hunian tidak resmi yang sulit terdeteksi aparat. (Puspawati/balipost)










