
DENPASAR, BALIPOST.com – Dua orang ahli dihadirkan di Pengadilan Tipikor Denpasar, terkait dugaan korupsi pada sebuah bank plat merah di Jembrana, Rabu (26/11). Duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini adalah Sayu Putu Rina Dewi (36) yang sebelumnya bekerja di bank BUMN di Jembrana.
Ahli pertama, adalah ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Dr. Prija Djatmika. Dia berpendapat bahwa salah satu unsur dalam UU Korupsi yang menyangkut Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, salah satu unsur adalah adanya kerugian keuangan negara. Di sana juga disebut secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Nah dalam UU ini, penghitungan kerugian negara harus riil. Yang bisa menentukan salah satunya adalah BPK maupun BPKP.
Fraud, penggunaan kredit topengan, buka blokir saldo nasabah masih ranah pidana.
Selain ahli pidana, JPU dari Kejari Jembrana, di hadapan majelis hakim yang diketuai Wayan Suarta dengan hakim anggota Nelson dan Lutfi Adin Affandi, juga menghadirkan ahli auditor bernama I Made Indra Anggar Kusuma yang kesehariannya sebagai karyawan BUMN.
Dia melakukan audit investigasi. Namun ahli kali ini banyak dicerca hakim, karena keterangan ahli dinilai tidak konsisten. Sehingga intonasi majelis hakim saat melayangkan pertanyaan sedikit meninggi. Salah satunya terkait kerugian, yang awalnya disebut di angka Rp 1,2 miliar. Namun saat dipertegas hakim, berubah menjadi Rp1,517 miliar. Dan ini sesuai dakwaan JPU yakni merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp.1.517.566.267.
Hakim ad hoc Nelson kemudian mempertegas, apakah benar Rp1,517 miliar apa Rp1,512 miliar. Ahli sempat ragu, sehingga meminta ahli mengambil data lalu menghitung kembali dengan kalkulator yang ahli pegang. “Silahkan ambil kalkulator. Coba hitung lagi,” pinta hakim. Ahli pun kembali menghitung dan clear bahwa kerugian yang benar sesuai angka yang didapat Rp1,512 miliar. Bukan Rp1,517
miliar.
Terkuaknya aksi terdakwa pada taun 2024 saat adanya Transfer of Branch (TOB). Lalu petugas bank diminta melakukan penagihan terhadap nasabah yang belum melakukan pembayaran angsuran kredit atau pelunasan kredit di masing-masing unit. Nah salah satunya adalah terdakwa. Saat menemui para nasabah yang pada sistem tercatat belum melakukan pembayaran angsuran kredit atau pelunasan kredit, para nasabah menyampaikan bahwa mereka sudah melakukan pembayaran angsuran sesuai dengan yang dipakai oleh nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan sisa angsuran kredit atas nama nasabah yang dipakai oleh terdakwa belum disetorkan oleh terdakwa. Peristiwa ini menjadi petunjuk awal bahwa terdapat potensi kredit tempilan dan penggunaan uang pembayaran angsuran nasabah oleh terdakwa. Lalu pihak bank melakukan investigasi dan ditemukan adanya kredit topengan dan dugaan kredit tempilan. Terdakwa juga mengambil mengambil saldo blokir hasil realisasi pinjaman. Setidaknya, yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan terdapat 85 rekening yang disalahgunakan oleh terdakwa. (Made Miasa/balipost)










