Dua terdakwa kasus korupsi mengajukan eksepsi di Pengadilan Tipikor Denpasar, Senin (24/11). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com -Ika Susetiyana Ambarwati dan Henny Kusmoyo, terdakwa kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Beluhu, Karangasem, Senin (24/1), dihadirkan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Majelis hakim yang diketuai Putu Gde Novyartha, S.H., M.Hum., dengan hakim anggota Nelson dan Dr. Drs. Lutfi Adin Affandi, M.M., memberikan kesempatan pada terdakwa untuk menyampaikan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Karangasem atas peristiwa yang diduga dilakukan terdakwa.

Kuasa hukum terdakwa dalam eksepsinya menyebut, pada pokoknya JPU dalam menyampaikan dakwaan yang menuding kerugian LPD sebesar Rp20.292.147.000 hanyalah asumsi, tanpa didukung fakta yang kuat. Begitu juga tidak dibukanya rekening koran. Atas hal tersebut, penasihat hukum terdakwa minta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan dakwaan batal demi hukum.

Baca juga:  Korupsi Raskin, Kaur Keuangan Dibui Dua Tahun Penjara

Penasihat hukum juga menilai unsur dakwaan tidak dipenuhi JPU, yakni tidak dipenuhinya unsur memperkaya diri sendiri. Penasihat hukum bahkan menyebut dakwaan JPU hanya asumsi dan tidak mendasar sehingga harus dibatalkan demi hukum.

Dibeberkan, LPD adalah lembaga desa adat, bukan pemerintah. Keuangan dan kekayaan negara adalah uang yang dikelola pemerintah daerah. Sementara, LPD dikelola oleh desa adat melalui awig-awig. Sehingga penasihat hukum menilai dakwaan JPU tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Baca juga:  Besok, MPR RI Gelar Sidang Tahunan

Sebelumnya, kasus ini dibidik Polres Karangasem. Polisi awalnya menerima laporan model A pada 2 Januari 2025, yang ditengarai kasus ini terjadi sejak Februari 2024. Ika Susetiyana Ambarwati selaku Ketua LPD dan Henny Kusmoyo sebagai pihak luar yang diduga mengajukan nama kredit fiktif. Disebutkan adanya pengajuan kredit fiktif terhadap 87 nama peminjam yang diajukan oleh Henny.

Ika Susetiyana Ambarwati selaku Ketua LPD disebut menyetujui dan menyuruh sekretaris untuk mencairkan pinjaman serta membuatkan bukti kas keluar. Aksi pencairan uang pinjaman dilakukan secara bertahap dari tahun 2017 hingga 2020 dengan total pencairan awal sebesar Rp17.193.538.000.

Baca juga:  Kedisplinan Terapkan Prokes, Kunci Hadapi COVID-19

Setelah masa pinjaman berakhir, pinjaman belum bisa dilunasi sehingga terjadi restrukturisasi. Informasi didapat, yang diduga menyuruh adalah Ketua LPD sebagai kompensasi terhadap puluhan nama peminjam fiktif dari tahun 2021 sampai 2023 dengan jumlah pencairan tambahan sebesar Rp3.098.609.000.

Sedangkan berdasarkan hasil audit dari Perwakilan BPKP Provinsi Bali, total kerugian negara Cq keuangan LPD dalam kasus ini mencapai Rp20.292.147.000. (Miasa/balipost)

 

BAGIKAN