Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Wayan Sumarajaya. (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bali, I Wayan Sumarajaya mengatakan jumlah ekonomi kreatif (ekraf) di Bali terus meningkat Hal ini disebabkan karena sektor ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor yang berkembang cukup pesat di Bali.

Dari data Dispar di 9 kabupaten/kota se-Bali, usaha ekraf di Pulau Dewata sejak tahun 2021 – 2024 mengalami peningkatan.

Pada tahun 2021 terdapat sejumlah 523 usaha ekraf. Kemudian pada tahun 2022 sejumlah 4.856 usaha ekraf, tahun 2023 sejumlah 4.998 usaha ekraf, dan pada tahun 2024 sejumlah 7.927 usaha ekraf.

Menurutnya, ekraf menjadi salah satu sektor yang menunjang pembangunan pariwisata Bali, untuk menuju pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Karena, ekraf di Bali tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan pariwisata.

Sesungguhnya, industri pariwisata merupakan gabungan dari berbagai industri ekonomi kreatif. “Pemerintah Provinsi Bali sangat berpihak kepada pertumbuhan industri ekonomi kreatif khususnya fesyen,” ujarnya, Sabtu (22/11).

Baca juga:  Puncak G20, TPA Suwung Tak Beroperasi Dua Hari

Dijelaskan, industri fesyen menjadi salah satu mesin penting dalam ekonomi kreatif lokal di Bali, karena industri fesyen mampu menciptakan lapangan kerja dan memperkuat ekonomi daerah Bali. Terutama dengan koneksi erat ke sektor pariwisata.

Wisatawan domestik maupun mancanegara merupakan konsumen terbesar produk fesyen Bali, mulai dari pakaian resort wear, beachwear, aksesoris, hingga wastra tradisional.

“Industri pariwisata Bali dapat menjadi katalis untuk industri fesyen lokal, di mana turis menjadi pasar potensial yang membeli pakaian khas Bali, kain tradisional, dan kerajinan fesyen lokal,” ungkapnya.

Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster saat menyampaikan penjelasan Raperda Provinsi Bali tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, mengatakan Parekraf adalah dua entitas yang menyatu dalam jiwa Bali.

Baca juga:  Satu-satunya di Indonesia Timur, Begini Fasilitas Layanan Kedokteran Nuklir di RS Bali Mandara

Namun, untuk dapat mengakselerasi sektor ekonomi kreatif ini secara lebih fokus, terarah, dan optimal sebagai pilar ekonomi baru, maka penguatan kelembagaannya menjadi sebuah urgensi.

Oleh karena itu, substansi utama dalam Raperda ini adalah perubahan nomenklatur perangkat daerah yang menaungi kedua urusan tersebut, yaitu dari “Dinas Pariwisata” menjadi “Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif”. “Langkah ini bukan hanya sekadar perubahan nama, namun merupakan sebuah komitmen formal untuk memberikan landasan yang lebih kokoh bagi pengembangan ekosistem ekonomi kreatif di Bali secara lebih serius dan terstruktur, setara dengan urusan pariwisata,” ujar Koster.

Dikatakan, perubahan nomenklatur ini telah melalui proses kajian yang matang dan telah mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Pusat. Langkah strategis ini didasari oleh landasan yuridis yang kuat, yakni terbitnya Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Nomor 900.1.1-4976 Tahun 2024 dan Nomor SK/HK.01.02/MK-EK/2024) tentang Pedoman Pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif.

Baca juga:  Wali Kota Rai Mantra : Pariwisata Harus Beri Dampak Semua Kalangan

“Kebijakan pusat tersebut telah ditindaklanjuti dengan permohonan resmi, dan astungkara, telah mendapatkan persetujuan melalui Rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri, yang menyetujui perubahan nomenklatur menjadi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Bali,” kata Koster.

Dengan landasan tersebut, Raperda berfungsi sebagai instrumen hukum formal di tingkat daerah untuk mengukuhkan perubahan tersebut. Nantinya, Perda ini juga akan menjadi dasar penataan struktur organisasi internal dinas terkait seperti pembentukan Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar dapat menjalankan tugasnya secara optimal. “Direncanakan, Peraturan Daerah ini akan diberlakukan efektif per tanggal 1 Januari 2026,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN