Suasana toko thrift di Pasar Kereneng, Denpasar. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pakaian bekas impor memiliki peminat tersendiri. Dalam sehari pedagang pakaian bekas impor bisa meraup omzet jutaan per harinya.

Pedagang pakaian bekas atau thrift di Pasar Kreneng, Ramadhan Saputra, ditemui Selasa (4/11) menuturkan, jika dilarang menjual pakaian bekas impor tentu pemasukan akan berkurang bahkan kehilangan pendapatan. Namun ia melihat peminat pakaian bekas tak pernah hilang.

Alasan ini juga yang membuatnya tergiur berjualan pakaian bekas impor. Ia biasa menapat barang dari Bandung dan Tabanan dalam bentuk balpress baik offline maupun online.

Baca juga:  Ini, Landasan Baru Pemberantasan Narkoba

Ia membei barang di pedagang grosir yang biasanya membeli dalam hitungan kontainer yang berisi 300 bal. “Kita beli di agen sih, ada yang dari Tabanan, Bandung. Agen ini yang ngimpor dari luar,” imbuhnya.

Memang harga yang didapat pedagang bisa lebih murah karena dibeli secara grosir. Namun diakui membeli barang balpres juga berisiko karena ia tidak tahu kondisi barang yang ada di dalamnya.

Bahkan ia pernah mendapat barang rusak dalam jumlah cukup banyak dalam satu bal atau karung. “Beli bal memang lebih murah tapi ada risiko juga, ada yang robek, warnanya luntur, pernah dapat barang dari Bandung isinya jelek-jelek dan robek-robek,” ujarnya.

Baca juga:  Tetap Waspada Penyebaran Covid-19, Perkantoran Pemprov Terapkan Aplikasi PeduliLindungi

Diakui ia mulai berjualan baju bekas setelah pandemi COVID-19. Per hari ia mampu meraup omzet Rp2 juta hingga Rp5 juta per hari, dengan harga baju dari Rp10.000 hingga Rp35.000.

Dari penjualan itu, ia bisa mendapat margin keuntungan 20-40 persen. Bahkan jika barangnya langka, ia bisa meningkatkan harga 2 kali lipat.

“Per hari rata-rata 10-20 orang berbelanja di sini, biasanya satu orang beli baju 1, celana 1, jaketnya satu. Ada juga yang cuma beli 1,” ujarnya.

Baca juga:  Percobaan Perampokan dan Todongkan Parang, Seorang Sopir Diadili

Menurutnya, berjualan pakaian bekas impor cukup menguntungkan namun risikonya juga besar.

Pedangang lain, Yana, mengatakan, sebelumnya juga pernah ada kebijakan dari Kemendag soal pakaian bekas, namun tak berdampak signifikan padanya. “Kalau dulu penjualan engga sih, tapi pemasok barang ke kita jadinya agak lama datangnya,” ungkapnya.

Ia berharap, penjualan barang thrift dilegalkan entah dengan dikenai pajak atau bea masuk. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN