DENPASAR, BALIPOST.com – Alih fungsi lahan, terutama di kawasan Kabupaten Badung marak terjadi. Bahkan, alih fungsi lahan tersebut diduga banyak terjadi di masa kepemimpinan I Nyoman Giri Prasta pada saat menjabat sebagai Bupati Badung 2 periode.

Tercatat di 2024 pada masa kepemimpinan I Nyoman Giri Prasta dan Ketut Suiasa, alih fungsi lahan mencapai 348 hektare.

Menanggapi hal tersebut, Giri yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Bali angkat bicara. “Jadi begini, siapapun sebagai pemerintah sudah pasti tidak menginginkan terjadinya alih fungsi lahan. Sudah pasti. Apalagi tanah yang dikonversi. Ketika kemarin saya menjadi Bupati itu ada yang dimaksud dengan Omnibus Law,” ujar Giri Prasta saat ditemui usai Rapat Paripurna ke-7 DPRD Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Rabu (15/10).

Giri Prasta menjelaskan bahwa Omnibus Law adalah upaya menggabungkan semua regulasi untuk mempermudah salah satu undang-undang cipta kerja. Terlebih pada Online Single Submission (OSS) pemodal asing dengan modal Rp10 miliar bisa membangun.

Baca juga:  Sembuh Tambah Ratusan Orang, Korban Jiwa COVID-19 Masih Dilaporkan Bali

Kemudian, jalur hijau dapat dibangun usaha dengan nominal Rp5 miliar ke bawah. Terlebih lahan sawah dilindungi boleh dibangun 30 persen juga pada lahan pertanian serta perkebunan kelanjutan.

Menurutnya, hal ini yang membuat tumpang tindih antara yang ada di bawah dengan pusat. “Ini yang tumpang tindih pertalian dengan persoalan yang ada di bawah antara pusat. Apalagi Perda itu bertentangan dengan kebijakan pusat. Dengan OSS, dia (investor,red) bisa mencari NIB saja cukup. Ini memang kewalahan bagi kita semua, bukan hanya Badung saja, dan saya jamin seluruh Indonesia. ya, apalagi di Bali. Pasti akan berkurang, karena memang itu regulasi seperti itu,” jelasnya.

Baca juga:  Penyeberangan Gilimanuk-Ketapang Padat, Jelang Nyepi Ribuan Kendaraan Tinggalkan Bali

Disinggung apakah karena Omnibus Law alih fungsi lahan marak terjadi, Giri tak menampik. Alih fungsi lahan ini terjadi juga karena regulasi, yang tidak bisa diutak-atik.

“Kalau pun saya contohkan begini, siapa sebagai aparat bisa enggak menindak persoalan itu? Enggak bisa. Iya, coba Anda lihat regulasinya. Boleh nggak dengan Rp5 miliar ke bawah itu jalur hijau dibangun?” tanyanya.

Untuk itu, ke depannya Pemprov Bali sedang mengusulkan agar PMA (penanam modal asing) harus naik menjadi Rp100 miliar. Saat ini Pemprov Bali telah melakukan koordinasi OSS dengan pemerintah pusat serta menyinggung adanya oknum di balik OSS.

Lahan pertanian perkebunan berkelanjutan di Bali sudah berubah menjadi akomodasi. Maka dari itu, OSS ini harus dikontrol bersama. Begitu juga dengan masalah zona integritas penting diperhatikan. Giri Prasta menyebut zona integritas ada di desa, kelurahan, kecamatan, OPD, Kabupaten, Kota, Provinsi dan Indonesia.

Baca juga:  Ditemukan, Salon Kecantikan Jual Kosmetik Berbahaya

Dengan naiknya nilai PMA di Bali menjadi Rp100 miliar dapat memproteksi wilayah Bali. Selain itu juga bertujuan untuk pemerataan ekonomi di Bali dan masyarakat harus menjadi tuan di rumahnya sendiri.

“Itu minimal Rp100 miliar. Kalau memang kita penginnya investor yang datang ke Bali ini kan berkualitas. Jangan lupa loh ketika saya jadi Bupati dulu, saya sudah sampaikan. Kita melihat salah satu contoh itu adalah undang-undang kepariwisataan. Ada MICE, kalau didukung oleh manusia, alam, dan budaya Bali, maka Bali ini akan menjadi pusat pariwisata internasional yang ada di dunia,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN