Empat karya budaya asal Kabupaten Badung resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dalam Sidang Penetapan WBTB Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Jumat (10/10). (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Empat karya budaya asal Kabupaten Badung resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dalam Sidang Penetapan WBTB Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Jumat (10/10). Ada pun empat warisan budaya yang berhasil lolos menjadi WBTB nasional antara lain tradisi Nglampad, Tari Baris Klemat, Tari Baris Kekuwung dan Gambang Kwanji.

Penetapan tersebut menjadi bukti nyata komitmen Pemkab Badung dalam melindungi dan melestarikan kekayaan budaya lokal agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gde Eka Sudarwitha, menyampaikan bahwa seluruh karya budaya yang diusulkan telah melalui proses verifikasi ketat oleh Tim Ahli WBTB Nasional.

“Tahun ini, kami usulkan sebanyak empat usulan dan semuanya ditetapkan. Jadi dari awal itu ada registrasi nasional untuk usulan WBTB-nya, kemudian di tingkat provinsi disidangkan, dilengkapi, baru ke tingkat pusat. Dalam pengajuannya memang ada persyaratan atau kriterianya,” ujar Sudarwitha, Selasa (14/10).

Baca juga:  Taman Budaya Candrabhuana Tertata, Tapi Minim Fasum

Ia menjelaskan, proses pengusulan tidak hanya administratif, tetapi juga akademis. Dinas Kebudayaan Badung melibatkan akademisi Universitas Udayana, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), serta tokoh budaya lokal dalam penyusunan kajian akademik.

Kajian ini mencakup aspek antropologis, historis, nilai budaya, serta metode pelestarian dari masing-masing tradisi yang diusulkan. Menurut Sudarwitha, salah satu tantangan terbesar adalah proses pendokumentasian ulang di lapangan. Beberapa tradisi memiliki siklus pelaksanaan yang panjang.

Baca juga:  Sebulan Ini, Kunjungan Wisatawan ke Pantai Kuta Turun Drastis

“Sudah pasti pendokumentasian ulang itu menunggu kapan tradisi tersebut dilaksanakan. Kalau tradisi yang dilaksanakan sebulan sekali, seperti tradisi Ngelampad, itu cukup gampang mendokumentasikan. Nah yang agak sulit ketika diselenggarakan enam bulan sekali atau bahkan setahun sekali. Yang paling susah itu kalau diselenggarakan di atas setahun sekali, seperti dua tahun sekali, atau bahkan lima tahun sekali,” bebernya.

Lebih lanjut, Sudarwitha menegaskan bahwa keberhasilan ini bukan hanya bentuk pengakuan nasional, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama dalam menjaga keberlanjutan budaya. “Empat WBTB yang baru saja ditetapkan bukan saja merupakan kebanggaan, namun juga komitmen untuk terus melestarikan warisan budaya tersebut,” ujarnya.

Baca juga:  IMA 2022 Digelar, Museum Pasifika Raih Penghargaan "Museum Kreatif"

Ke depan, Pemkab Badung berencana terus melakukan pemetaan dan kajian budaya agar lebih banyak karya budaya daerah yang bisa diajukan sebagai WBTB nasional. “Rata-rata kami mengajukan empat sampai lima usulan setiap tahunnya. Tentunya berproses dalam melengkapi dokumen dari setiap usulan WBTB untuk siap diajukan,” pungkasnya.

Ada pun asal dari empat warisan budaya tersebut adalah Tradisi Nglampad dari Banjar Sekarmukti-Pundung, Desa Adat Pangsan, Kecamatan Petang; Tari Baris Klemat dari Pura Segara Desa Adat Seseh, Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi; Tari Baris Kekuwung dari Desa Adat Sandakan, Desa Sulangai, Kecamatan Petang; serta Gambang Kwanji dari Desa Adat Kwanji, Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi. (Adv/balipost)

BAGIKAN