
SINGARAJA, BALIPOST.com – Suasana Desa Adat Busungbiu, Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng, tampak semarak beberapa waktu lalu. Ribuan krama lanang turun ke hutan untuk melaksanakan tradisi maboros kidang, yakni tradisi berburu kijang yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kijang hasil buruan akan digunakan sebagai sarana upakara saat Pujawali Agung di Kahyangan Tiga Desa Adat Busungbiu.
Pujawali Agung ini digelar setiap Purnama Kapat, dan tahun ini jatuh pada Senin (6/10). Tradisi maboros biasanya dilaksanakan tiga hari menjelang piodalan agung sebagai bagian tak terpisahkan dari rangkaian upacara adat.
Tradisi dimulai dengan upacara ngajit, yaitu prosesi memohon petunjuk kepada penglingsir atau tetua adat di Pura Puseh Desa. Setelah menerima petunjuk dan mengetahui keberadaan kijang yang oleh warga setempat disebut I Bulu Pangi, ribuan krama pun bergerak bersama. Mereka menempuh jarak sekitar 8 kilometer menuju kawasan hutan di wilayah Desa Titab dan Desa Pucaksari.
Setibanya di lokasi, krama dibagi menjadi beberapa kelompok atau “pasukan”, yakni pasukan sayap kanan dan sayap kiri, untuk mengepung wilayah perburuan.
Kelian Desa Adat Busungbiu, Gede Yasa, tradisi ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Dalam perburuan ini, setiap krama membawa senjata tajam seperti parang, sabit, atau pedang. Mereka juga mengenakan atribut khas berupa pelepah pisang di kepala atau topi anyaman bambu, sebagai simbol kebersamaan dan kesiapan. Perburuan dilakukan di kawasan hutan Pangkung Biu, Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbiu.
Untuk pujawali alit, biasanya hanya satu ekor kijang yang dicari. Tapi untuk piodalan agung, jumlahnya lebih dari satu ekor.
“Seluruh krama turun sejak pagi, bahkan hingga malam, sampai kijang berhasil didapat,” ujar Gede Yasa. Syukurlah, krama akhirnya berhasil mendapatkan kijang untuk persembahan. Hasil tangkapan ini kami persembahkan dalam rangka piodalan agung,” tambah Gede Yasa.
Sementara itu, tokoh masyarakat setempat Nyoman Sukarmen menegaskan bahwa tradisi maboros kidang menjadi simbol gotong royong dan kekeluargaan warga Busungbiu. Tradisi maboros kidang bukan hanya sekedar perburuan kijang, melainkan bentuk pelestarian nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat Busungbiu yang diwariskan lintas generasi.
“Kebersamaan ribuan krama ini menunjukkan betapa kuatnya rasa memiliki terhadap tradisi leluhur. Ini harus terus dijaga demi kemajuan desa. Sinergi antara desa adat dan desa dinas juga penting agar kehidupan bermasyarakat tetap harmonis,” ujar Sukarmen. (Yudha/Balipost)