
BANGLI, BALIPOST.com – Danau Batur di Kecamatan Kintamani, Bangli, beberapa hari terakhir menjadi perhatian. Kali ini, bukan karena keindahan alamnya, melainkan karena adanya rencana pengembangan wisata yang dilakukan Perusahaan Daerah (Perusda) Kabupaten Bangli, PT Bhukti Mukti Bhakti (BMB), dan investor asal Korea, PT GMS Invest International.
Salah satu proyeknya, pengoperasian kapal pesiar bertenaga listrik di perairan suci tersebut, yang digadang-gadang sebagai solusi wisata ramah lingkungan dan masa depan yang berkelanjutan oleh Pemerintah Kabupaten Bangli.
Alih-alih mendapat sambutan hangat, rencana yang telah disepakati melalui penandatanganan MoU antara Perusda BMB dengan pihak investor pada Jumat (26/9) lalu, justru menuai banyak sorotan dari berbagai pihak, mulai dari wakil rakyat hingga masyarakat lokal. Bagaimana tidak, danau terbesar di Bali itu selama ini telah menjadi sumber penghidupan masyarakat sekitar dari berbagai sektor, mulai dari pertanian di sekitar kaldera, perikanan dengan sistem keramba jaring apung, hingga industri boat wisata milik masyarakat lokal yang mengantar wisatawan menyeberangi danau.
Wakil Ketua DPRD Bangli, I Komang Carles dimintai tanggapannya mengenai rencana itu mengaku baru mengetahui informasi tersebut. Dia pun mengaku akan segera meminta penjelasan ke Perusda BMB mengenai kerja sama ini.
Carles khawatir, pemerintah daerah terlalu fokus mengejar pendapatan hingga mengabaikan dampak lingkungan hingga sosial. Dia mempertanyakan apakah pemerintah bisa menjamin kapal pesiar yang diklaim ramah lingkungan itu tidak akan membuang limbah ke Danau Batur. Dia mengingatkan bahwa Danau Batur bukan sekadar danau, melainkan juga tempat yang disucikan.
Carles secara tegas mengingatkan bahwa setiap investor wajib memperhatikan visi pembangunan Bali dan Bangli yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Selama ini, dalam menjaga kesucian dan kelestarian kawasan danau, gunung, dan sumber mata air secara niskala, pemerintah dan masyarakat adat rutin melaksanakan upacara di danau.
Ia pun mempertanyakan kesanggupan investor untuk melaksanakan upacara tersebut secara rutin “Karena ini menyangkut kesucian danau, pemerintah juga harus meminta pendapat dari tokoh adat dan agama di kawasan Danau Batur,” tegas wakil rakyat asal Batur itu.
Carles juga meminta Pemkab Bangli memperhatikan dampak sosial, salah satunya keberlangsungan industri boat wisata milik warga lokal yang sudah beroperasi di Danau Batur. “Di Danau Batur kan selama ini sudah ada beroperasi boat wisata milik warga lokal. Seperti apa nantinya keberlangsungannya, ini harus diperhatikan. Pada prinsipnya, sebelum MoU ini dilaksanakan, tolong item satu per satu harus detail. Kalau enggak mau dilaksanakan investor, lebih baik jangan,” tegasnya.
I Made Somya, seorang warga Kintamani pun menyuarakan kekhawatiran terhadap rencana proyek tersebut. Ia mencium akan adanya dominasi modal asing dalam kerja sama itu. Jika itu terjadi dikhawatirkan hal tersebut akan meminggirkan usaha masyarakat lokal.
Somya pun meminta Pemkab Bangli agar tidak serta merta mengikuti arah wisata di tempat lain yang berorientasi bisnis kapitalis. Pemkab diminta melakukan kajian filosofis dan sosiologis secara mendalam sebelum melanjutkan kerjasama.
Menanggapi banyaknya kekhawatiran masyarakat, Direktur Perusda BMB, Anak Agung Wibawa Putra menegaskan bahwa kerja sama tersebut masih berada di tahap paling dasar. “MoU itu belum ada kesepakatan, terkait nominal atau apa itu belum ada. MoU itu sifatnya general, dimana kita baru membuat nota kesepahaman. Membuat satu pemahaman wisata berbasis energi hijau. Isi dari MoU itu belum sama sekali menyentuh ke ranah kerja sama, rupiah. Yang ada baru sebatas penyusunan FS atau studi kelayakan,” tegasnya saat dikonfirmasi, Senin (29/9).
Lebih lanjut dikatakan bahwa investor dalam hal ini memiliki kewajiban membuat studi kelayakan dan desain dengan tenggat waktu enam bulan. Jika dalam periode ini, pihak investor dapat menyelesaikan FS selanjutnya pihaknya akan melaksanakan kick off meeting. Jika memang hasil FS menguntungkan bagi daerah dan masyarakat barulah kerja sama akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Sebaliknya jika tidak tercapai kesepakatan yang disetujui, maka MoU otomatis akan berakhir. “Dalam pembuatan FS prosesnya banyak. Salah satunya wajib melakukan sosialisasi ke masyarakat. MoU kami hanya bertenggang waktu 6 bulan. Kalau dalam 6 bulan tidak ada apa-apa, ya selesai (kerja sama tidak berlanjut),” jelasnya.
Meskipun kerja sama saat ini masih di tahap awal, Agung Wibawa menegaskan bahwa pihaknya telah menekankan beberapa syarat kepada investor yang harus tertuang dalam perjanjian nantinya. Antara lain proyek yang akan dilaksanakan harus menguntungkan daerah dan masyarakat dengan menyerap setidaknya 70 persen tenaga kerja dari masyarakat lokal. Desain kapal dan operasional harus memasukkan nilai-nilai budaya dan menjaga kesucian Danau Batur. Penanganan limbah kapal juga harus jelas.
Dijelaskan juga bahwa sebutan kapal pesiar yang rencana akan dioperasikan di Danau Batur tidak merujuk pada kapal mewah berukuran besar yang biasa melintasi lautan. Justru, ukurannya kecil, dengan kapasitas penumpang hanya 65 orang.
Agung Wibawa meminta dukungan masyarakat terkait rencana pengembangan wisata di Danau Batur tersebut. Dia pun menjamin bahwa dalam tahapan pembuatan FS akan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta perkumpulan pelaku usaha boat lokal. (Dayu Swasrina/balipost)