
MANGUPURA, BALIPOST.com – DPRD Badung turun ke Desa Adat Giri Dharma, Desa Ungasan, Kuta Selatan, untuk mengecek pemagaran akses jalan oleh manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK). Jumat (26/9).
Wakil Ketua Komisi I DPRD Badung, I Gusti Lanang Umbaran mengatakan DPRD Badung siap adu data. “Kita akan adu data. Mereka sampai berani melakukan hal tersebut, dasar hukumnya apa? Kalau mereka keluar dari ketentuan hukum, kita akan melakukan tindakan tegas, buat rekomendasi yang tegas kepada pemerintah Kabupaten Badung,” tegasnya.
Ia menaksir ratusan warga terdampak akibat penutupan jalan tersebut. Bahkan, historisnya jalur itu sudah sejak lama menjadi akses utama warga sebelum GWK berdiri.
Karena itu, pihaknya menilai penutupan ini tidak sejalan dengan filosofi, historis, dan yuridis peraturan yang berlaku.
Menurut dewan, keterlambatan turun ke lapangan terjadi karena tidak ada laporan resmi dari warga sebelumnya. Persoalan ini baru mencuat setelah viral di media.
“Sehingga kita kesannya baru melakukan ini setelah viral. Karena memang kita tidak ada laporan dan karena kita memang tidak tahu,” katanya.
Untuk memperkuat investigasi, DPRD Badung melibatkan sejumlah instansi seperti BPKAD, DPMPTSP, Dinas PUPR, Satpol PP, hingga Bagian Hukum. Koordinasi juga akan dilakukan dengan Camat Kuta Selatan, Perbekel Desa Ungasan, LPM, BPD, Bendesa Adat Ungasan, serta Kelihan Banjar.
Komisi I, II, III, dan IV DPRD Badung menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan hak warga. Kehadiran mereka di lokasi adalah bentuk dukungan agar masyarakat tidak lagi dirugikan akibat penutupan akses jalan oleh GWK.
Sekretaris Daerah (Sekda) Badung, Ida Bagus Surya Suamba, saat dihubungi membenarkan bahwa jalan yang dipagari adalah Jalan Lingkar Timur GWK. Mengacu pada surat resmi, jalan tersebut berstatus sebagai jalan Kabupaten Badung dan telah dihibahkan oleh PT Garuda Adi Matra. “Ya, itu jalan yang dikeluhkan masyarakat. Jalan itu memang berada di wilayah Ungasan,” ujarnya.
Ia menegaskan, seharusnya jalan tersebut tidak boleh dipagari oleh manajemen GWK. Namun, ia mengakui tanah di lokasi pagar memang milik usaha tersebut.
“Cuma memang di areal pagar itu ada tanah milik mereka. Mereka masih punya lahan seperti green belt dengan lebar tidak lebih dari 1 meter, sekitar 80 cm memanjang sepanjang jalan. Itu yang dipagari,” ungkapnya.
Sebelum dipasang pagar beton, lahan tersebut hanya ditanami vegetasi. Namun, belum diketahui alasan lahan tanaman itu kemudian berubah menjadi tembok beton.
Karena itu, pihaknya meminta Bagian Hukum Setda Badung dan BPKAD Badung melakukan kajian. “Saya minta Bagian Hukum mengkaji bersama Aset (BPKAD). BPN juga sedang mengkaji saat ini,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan Pemkab Badung akan mencari solusi atas permasalahan ini. Menurutnya, persoalan ini juga mendapat perhatian serius dari Bupati dan Wakil Bupati Badung. Dalam waktu dekat akan digelar pertemuan untuk mencari jalan keluar.
“Ini akan dicarikan solusi terbaik bersama-sama. Namanya kita hidup berdampingan: pengusaha, masyarakat, dan pemerintah yang mengayomi bersama,” imbuhnya. (Parwata/balipost)