
DENPASAR, BALIPOST.com – Permohonan pengaplingan di Denpasar minim. Tahun 2024 saja, permohonan pengaplingan tanah hanya 4 permohonan, dan 2025 baru 2 permohonan. Hal itu karena, lahan di Denpasar yang terbatas dan nilai properti yang tinggi.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Pertanahan (Perkim) Denpasar Dr. Ir. I Gede Cipta Sudewa Atmaja, Jumat (26/9), mengatakan, ruang atau lahan di Denpasar sempit sehingga permohonannya minim. “Jadi sangat sedikit oleh karena ruang di Denpasar sangat terbatas,” ujarnya.
Menurutnya pengapling atau pengembang lebih banyak mencari lahan di luar Denpasar untuk pengembangan kawasan permukiman karena harganya lebih murah. “Begitu masuk ke Denpasar tentu mereka melakukan perhitungan-perhitungan terkait dengan ekonomi, perhitungan teknis, dan persyaratan administrasi,” ujarnya.
Sejak menjabat akhir 2022, ia telah menelurkan tiga perda untuk mengendalikan permukiman dan perumahan di antaranya, Perda PSU (prasarana, sarana, utilitas umum) nomor 7 tahun 2023, Perda RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman) nomor 9 tahun 2023, Perda IPPT (Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah) nomor 6 tahun 2023.
“Tahun 2023 kami menyelesaikan tiga perda terkait pengendalian perumahan dan permukiman,” ujarnya.
Sesuai Perda IPPT terkait pendampingan pengavlingan, yang mana ketentuan yang diatur didalamnya seperti lebar jalan enam meter, kesediaan fasum antara 30-35 persen.
Ia menegaskan bahwa Perkim hanya melayani rekomendasi IPPT, sementara pemanfaatan, perencanaan dan pengendalian tata ruang merupakan tupoksi PUPR. “Kalau terkait rekomendasi, IPPT itu saja kami keluarkan karena Dinas Perkim hanya memiliki tupoksi penyediaam infrastruktur pendukung permukiman, penyediaan rumah layak huni, tata kelola pertanahan, tanah- tanah TPBP (Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan) maupun tanah pengembang, fasum-fasumnya, pengendalian kawasan kumuh,” ujarnya.
Meski bukan tupoksinya, namun pelanggaran pengavlingan akan dikoordinasikan dengan dinas terkait. “Kita ada tim pertanahan yang mana di dalamnya ada unsur desa/lurah, kecamatan, dan PUPR,” ujarnya.
Salah satu syarat rekomendasi kavling adalah KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) oleh Bidang Tata Ruang PUPR. “Jika itu sudah masuk dan sesuai dengan peruntukan, baru kita proses ijin pengkavlingannya,” ujarnya.
Dalam tiga Perda tersebut, hal krusial yang harus dipenuhi adalah fungsi bangunan atau kavlingan tersebut sesuai dengan aturan tata ruang yang ditetapkan. “Pemerintah sudah menginformasikan sebelumnya, apapun fungsi bangunannya, asalkan mengacu pada aturan tata ruang apalagi sekarang BPN berada di kementerian ATR/BPN sehingga sertifikat yang dikeluarkan pasti sesuai peruntukan tata ruangnya, kalau dulu kan kementerian Agraria,” ujarnya.(Cita Maya/balipost)