SEMARAPURA, BALIPOST.com – Tradisi Mejurag Tipat di Desa Adat Timuhun Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, masih tetap lestari. Krama desa adat setempat, konsisten menjaga dan melaksanakan tradisi ini setiap Purnama Keenam.

Tradisi ini dipercaya warga memegang peranan penting dalam mejaga hasil bumi yang melimpah, khususnya pada lahan pertanian di subak desa adat itu.

Bendesa Adat Timuhun Wayan Genter, Jumat (5/9), mengatakan pelaksanaan tradisi ini diawali dengan matur piuning sekaligus nuur tirta ke sejumlah pura. Seperti Pura Ulun Danu Batur, Pura Kentel Gumi hingga Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Timuhun. Prosesi ini dilakukan sehari sebelum pelaksanaan tradisi.

Kemudian saat Purnama Keenam, prosesi tradisi mejurag tipat dipusatkan di sekitar Temukuan Aya di subak setempat. Dimana di Patemukuan Aya itu, dikatakan ada tiga, untuk membagi air ke tiga wilayah subak berbeda.

Baca juga:  Rasakan Kenikmatan Soto Lamongan Berwadah Batok Kelapa

“Pertama prosesi upacara di Pura Puseh dulu, dilanjutkan prosesi Mejurag Tipat di Temukuan Aya, terakhir di Pura Subak Bedugul, kapuput Ida Pedanda dari Desa Nyanglan. Dalam prosesinya, juga ada prosesi mapeed dari Pura Puseh menuju Pura Bedugul,” katanya.

Prosesi mejurag tipat berlangsung di sekitar Temukuan Aya itu, setelah menyelesaikan prosesi upacara dan persembahyangan. Saat prosesi itu, krama Desa Adat Timuhun berebut ketupat yang dipersembahkan di lokasi, termasuk banten guling, penek dan lainnya.

Momen ini amat menarik dan sebagai simbol keberkahan yang diterima warga dari alam sekitar. Usai prosesi itu dilanjutkan dengan magibung di areal lokasi majurag tipat.

Baca juga:  Pencarian Wisatawan India Tersambar Gelombang di Devil's Tears Diperluas

Tradisi ini memang berlangsung unik dan tetap lestari sampai sekarang. Menurut bendesa adat, warga sangat meyakini dengan konsisten menyelenggarakan tradisi ini, hasil bumi terutama subak di Desa Adat Timuhun, akan selalu melimpah.

“Ini harus dilaksanakan setiap tahun, karena sangat berkaitan dengan anugerah hasil bumi di subak. Tradisi ini sudah berlangsung turun temurun. Agar hasil bumi selalu melimpah. Dulu pernah tidak dilaksanakan, hasilnya benar mengurang atau tidak maksimal,” tegasnya.

Tradisi ini bahkan sekarang sedang dikaji oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Klungkung, untuk diusulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke Pemerintah Pusat melalui Pemprov Bali tahun 2025. Kepala Dinas Kebudayaan Klungkung I Ketut Suadnyana, mengatakan selesai pengkajian, nanti diusulkan ke Provinsi Bali, kemudian dikaji kembali. Jika dinilai layak, baru selanjutnya diusulkan ke Kementrian Kebudayaan RI.

Baca juga:  Desa Adat Tejakula Bangkitkan Regenerasi Wayang Wong

“Tradisi ini diusulkan dengan pertimbangan, bahwa pelaksanaannya punya nilai historis, kebesaran makna terkandung di dalamnya dan tentu keberlanjutannya atau konsisten dipertahankan sampai sekarang,” tegas Suadnyana.

Hal ini juga sebagai upaya untuk memproteksi budaya yang sudah berkembang di tengah masyarakat, untuk dapat diketahui generasi muda saat ini.

Tidak hanya memberi manfaat secara material, tetapi dalam perspektif spirit, tradisi itu akan tetap ada dan hidup di tengah masyarakat. (Bagiarta/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN