Foto dokumen siswa SMPN 10 Denpasar hendak masuk ke dalam bus sekolah di Lumintang, Denpasar, Senin (21/8/2023). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pembelian seragam di SMPN 10 Denpasar dikeluhkan orangtua murid. Salah satunya menyangkut seragam baju adat yang disebut tak ada sosialisasi sebelumnya.

Protes disampaikan di media sosial. Salah satunya menyayangkan informasi tidak dari awal disampaikan soal seragam ini. Informasi yang disampaikan pihak sekolah disebut simpang siur karena sebelumnya tidak ada rapat dan sosialisasi mengenai seragam ini ke orang tua.

“Tiba-tiba anak baru masuk sudah ditodong Rp540 ribu untuk dua set seragam. Padahal dulu baru masuk kita sudah bayar Rp 2 juta hanya untuk 5 set seragam, sepatu, kaos pramuka dan atribut yang walau pun menurut kami itu terlalu mahal untuk harga baju dengan kualitas yang biasa saja. Tapi kami diam saja karena kami pikir hanya sekali dalam 3 tahun. Tapi ternyata tiba-tiba kami harus bayar baju lagi ketika anak kami naik kelas 8,” tulis salah satu akun.

Sang pemilik akun pun mempertanyakan manfaatnya membedakan warna seragam untuk kelas 7, 8, dan 9.

Baca juga:  Stefano Cugurra Ungkap Rencana Karirnya Usai Tak Lagi Melatih Bali United

Dikonfirmasi terkait keluhan ini, Kepala SMPN 10 Denpasar Wayan Sumiara, Sabtu (26/7), mengatakan pembelian pakaian adat untuk siswa kelas 8 dan 9 tidak wajib. Penggunaan pakaian adat tiap Kamis akan menggunakan baju dengan identitas sekolah yang dimiliki siswa (warna tidak diatur).

Penyampaian informasi pembelian baju dan seragam sudah dilakukan sebelumnya secara lisan kepada siswa saat pembiasaan pagi di sekolah. Diharapkan pemberitahuan itu diteruskan kepada orangtua atau wali masing-masing

Ia menilai kondisi yang terjadi saat ini karena miskomunikasi antara pihak konveksi, sekolah dan siswa dalam penyampaian informasi pembelian pakaian adat ini. Ia pun berjanji akan dijadikan bahan untuk perbaikan ke depannya.

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti mengatakan, telah menerima pengaduan tersebut dan akan menindaklanjutinya pada Senin (28/7). “Nanti kalau sudah ada hasil, baru bisa disampaikan,” ujarnya.

Baca juga:  Jaga Kesehatan dan Lingkungan, Pusat Siapkan Aturan dan Anggaran Tangani Sampah di Bali

Ia menegaskan, pungutan seragam atau bahan seragam dalam tahapan penerimaan siswa didik baru diatur di dalam Pasal 27 ayat 1 yang menyatakan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan penerimaan murid baru.

Sekolah diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menerima BOSP dari pemerintah maupun pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan SPMB maupun perpindahan murid, membeli seragam atau busana tertentu yang terkait dengan pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru.

Jika pihak sekolah “memaksa” peserta didik untuk membeli seragam atau bahan seragam dalam proses penerimaan murid baru, maka sekolah dapat dilaporkan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui Layanan Informasi dan Pengaduan Kemendikbudristek atau dinas pendidikan provinsi atau kabupaten kota sesuai dengan Pasal 41 Permendikbud 1/2021.

Baca juga:  Jelang Libur Lebaran, Presiden Mengingatkan Kepala Daerah Mencermati Lonjakan Kasus di India

Selain itu, masyarakat juga dapat melakukan pengaduan terhadap sekolah yang melanggar ketentuan tentang pengadaan seragam atau bahan seragam, kepada penyelenggara ombudsman, dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Pengaduan tersebut diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Sementara sekolah boleh memfasilitasi pengadaan seragam, seperti menyediakan informasi tentang tempat pembelian atau membantu siswa kurang mampu, tetapi sekolah dilarang menjual seragam secara langsung.

Sekolah boleh memprioritaskan siswa kurang mampu dalam pengadaan seragam, misalnya dengan memberikan bantuan atau bekerja sama dengan pihak lain untuk pengadaan seragam.

Seragam sekolah adalah identitas dan atribut sekolah, tetapi bukan berarti menjadi penghambat dalam menempuh pendidikan. Orang tua memiliki hak untuk memilih tempat membeli seragam, dan sekolah seharusnya memberikan fleksibilitas dalam hal ini. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN