
DENPASAR, BALIPOST.com – Bagi umat Hindu di Bali, Tumpek Krulut bukan sekadar hari suci biasa.
Perayaan yang jatuh setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Krulut ini dikenal sebagai hari kasih sayang ala Hindu dan odalan gamelan.
Hari khusus untuk memuja, menyucikan, dan mempersembahkan bakti kepada alat musik sakral seperti gamelan, gong, dan sejenisnya.
Berikut enam alasan yang menjelaskan makna spiritual dan budaya di balik perayaan Tumpek Krulut:
1. Hari Suci yang Dipersembahkan untuk Nada dan Kasih Sayang
Nama “Krulut” berasal dari kata “lulut”, yang berarti kasih sayang, kelembutan, dan cinta yang harmonis. Tumpek Krulut menjadi momen sakral untuk merenungkan nilai estetika dan kelembutan dalam hidup, termasuk melalui bunyi-bunyian yang indah.
2. Dewa Iswara, Pelindung Nada dan Estetika
Hari ini dipersembahkan kepada Dewa Iswara, manifestasi Tuhan yang bertahta di arah timur, melambangkan kemurnian pikiran, seni, dan suara. Oleh karena itu, alat-alat musik dan karya seni dipuja sebagai perwujudan vibrasi suci dari-Nya.
3. Gamelan Dipandang Sebagai Sarana Sakral, Bukan Sekadar Alat Musik
Dalam tradisi Bali, gamelan diyakini memiliki roh (taksu) yang membuatnya hidup dan sakral. Suara gamelan dianggap sebagai vibrasi suci yang bisa menghubungkan manusia dengan alam semesta dan para dewata.
4. Tradisi Menyucikan dan Mengupacarai Gamelan
Umat Hindu akan melakukan:
- Persembahyangan di sanggar gamelan
- Menyuguhkan banten seperti pejati, bebangkit, dan sesayut gamelan
- Melaspas atau melukat gamelan dan perangkat seni
Tujuannya adalah menyucikan serta memperkuat aura spiritual dari alat musik tersebut.
5. Ditetapkan sebagai Rahina Bhakti Seni
Sejak tahun 2022, Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Tumpek Krulut sebagai Rahina Bhakti Seni, bagian dari program “Sad Kerthi” untuk menjaga kelestarian nilai-nilai seni dan budaya Bali.
6. Gamelan Jadi Simbol Keseimbangan Rwa Bhineda
Gamelan menyatukan unsur tinggi dan rendah, lembut dan keras, laki-laki dan perempuan. Ini mencerminkan konsep Rwa Bhineda (dualitas harmonis), yang menjadi dasar filosofi hidup masyarakat Bali. Dengan memuliakan gamelan, umat juga menyelaraskan energi dalam diri dan alam. (Pande Paron/balipost)