Warga melintas di Jalan Gajah Mada, Denpasar. Jalan ini menjadi kawasan warisan budaya yang masih mempertahankan arsitektur Bali. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Satu dekade belakangan ini marak bermunculan bangunan nontradisional Bali yang tidak menampilkan gaya arsitektur tradisional. Padahal, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Tuang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali dan Perda Nomor 5 Tahun 2005 yang mengatur tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung di Bali mesti mencirikan khas Bali. Pemda dinilai lakukan pembiaran.

Demikian disampaikan, mantan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana dan Sekretaris Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Oka Antara di Denpasar, Kamis (22/5).

Adhi Ardhana mengatakan saat ini pemerintah daerah kabupaten/kota terkesan banyak mengabaikan ketentuan perda RTRW yang semestinya sudah diturunkan dalam Perda RTRW kabupaten/Kota se-Bali.

Menurut Tokoh Puri Gerenceng Denpasar ini, bangunan nontradisional Bali harus menampilkan gaya arsitektur tradisional Bali. “Ini berarti bangunan harus selaras dengan lingkungan dan tidak mengganggu keseimbangan alam,” kata Adhi Ardhana.

Politisi PDI Perjuangan ini pun menyayangkan saat ini tidak ada alur koordinasi pengawasan dalam menjaga tata bangunan di Bali. Bahkan ia menilai pemerintahan terbawah pun terkesan tidak peduli, dan tidak melakukan pelaporan seandainya ada pembangunan baru yang jelas-jelas melanggar.

Baca juga:  Tari Sakral Tak Boleh Dipentaskan Sembarangan

“Dengan adanya demikian banyak pelanggaran, justru terkesan terjadi pengaburan atas pengaturan dengan menutup mata atau pengabaian pelanggaran oleh pemerintah kabupaten/kota yang saya yakin tidak ada niatan seperti itu, tapi kalau benar suatu kesengajaan, tentu sejatinya akan fatal secara hukum materiil dan sosial,” tegasnya.

Sementara itu, Oka Antara meminta agar Dinas Perizinan Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali harus lebih tegas dalam mengeluarkan izin bangunan. Baik itu hotel, restoran, vila, bar dan club-club yang ada di Bali. Termasuk ruko-ruko di pinggir jalan. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga taksu, seni, dan budaya Bali yang sudah dikenal di seluruh dunia.

Jika dibiarkan, investor membangun dengan model bangun bebas tidak ada ciri khas Balinya, Oka Antara khawatir lama kelamaan ciri khas bangunan Bali akan punah. Maka akan muncul Bali rasa Eropa, Bali rasa Belanda, Bali rasa Jepang dan seterusnya.

Baca juga:  Tiga Pemuda Nekat Melakukan Pencurian Kotak Amal

Adhi mengatakan, dampak sosial dari dilanggarnya ketentuan bangunan mesti menggunakan arsitektur tradisional adalah terjadinya disharmoni sebagaimana harapan disepakatinya penggunaan Sad Kerthi dan Tri Hita Karana dalam kehidupan di Bali.

Disharmoni ini akan mengubah manusia Bali ke arah yang tidak sesuai yang diharapkan dengan melihat atau merasakan ketidakseimbangan berkehidupan. Oleh karenanya, pemerintah semestinya menyelesaikan setiap masalah sesuai aturan dan dengan rasa keadilan.

Sekretaris Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Oka Antara mengatakan, pihaknya mendorong agar Dinas Perizinan se-Bali ketika ada investor memohon izin untuk membangun agar dilihat dulu gambarnya. Apakah sudah ada ciri khas Balinya atau belum.

“Kalau belum jangan keluarkan izin dulu sebelum ada ciri khas bangunan Bali, ada ukiran Balinya, ada patra Balinya, dan lain-lainnya. Jangan hanya bisa ngeluarkan izin tapi model bangunannya tidak mencirikan seni budaya Bali. Kalau itu dipertegas, saya kira taksu Pulau Bali akan tetap terjaga sampai 100 tahun dan seterusnya,” ujar Oka.

Baca juga:  Tiga Hari Belakangan, Tambahan Harian Kasus COVID-19 di Wilayah Ini Capai Puluhan Orang

Oka berharap agar jangan hanya pembangunan gedung pemerintah di Bali yang diharuskan bernuansa Bali. Namun, semua bangunan di tempat-tempat strategis objek wisata, di pusat kota harus ada nuansa Balinya.

Untuk menertibkan arsitektur bangunan yang tidak mencirikan khas Bali, dikatakan Komisi I akan memanggil SKPD yang terkait dengan perizinan.

“Nanti dalam rapat kita pertanyakan bangunan-bangunan yang tidak ada style Bali, agar dicek kembali gambar-gambar yang ada, kalau belum ada nuansa Balinya agar segera ditambahkan. Bagi yang menolak dan membangkang akan kami usulkan untuk dibongkar. Bagi yang baru mengajukan agar periksa dengan teliti model bangunan yang akan dibangun. Pokoknya harus tegas kalau mau taksu Bali ini tetap ada,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN