Warga Desa Adat Tenganan melakukan perang pandan atau makere-kere. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Desa Tenganan Pegringsingan, salah satu desa Bali Aga di Karangasem, menyimpan banyak tradisi kuno yang masih lestari hingga kini. Salah satunya adalah tradisi Metruna, sebuah prosesi sakral yang menandai peralihan seorang pemuda menjadi anggota dewasa masyarakat.

Tidak sekadar upacara adat, Metruna adalah ritual yang sarat simbol dan makna spiritual. Berikut tujuh fakta menarik yang wajib kamu tahu:

1. Metruna: Ritual Kedewasaan ala Bali Aga

Metruna bukan hanya seremoni, tapi proses transisi sosial dan spiritual. Pemuda yang menginjak usia matang akan menjalani pelatihan adat dan spiritual, lalu diakui sebagai warga dewasa dengan hak dan tanggung jawab penuh di masyarakat.

Baca juga:  Dua Mobil Penyok Tertimpa Dahan Beringin

2. Perang Pandan: Adu Nyali demi Hormat kepada Dewa Indra

Bagian paling ikonik dari tradisi ini adalah Perang Pandan atau Mekare-kare, yaitu duel satu lawan satu dengan senjata daun pandan berduri. Perang ini bukan soal menang atau kalah, melainkan uji keberanian dan penghormatan kepada Dewa Indra, dewa perang.

3. Keris Tayuhan: Senjata Sakral sebagai Tanda Kedewasaan

Setiap pemuda yang menyelesaikan upacara Metruna akan diberikan keris tayuhan, bukan untuk bertarung, tapi sebagai simbol tanggung jawab dan perlindungan spiritual. Keris ini diyakini memiliki kekuatan gaib dan akan “berbicara” dalam bentuk tanda atau mimpi jika ada bahaya.

Baca juga:  Rp 52 M Dana Sertifikasi Belum Cair, Para Guru Merana

4. Kain Geringsing: Warisan Sakral Penolak Bala

Peserta Metruna mengenakan kain Geringsing, kain ikat ganda khas Tenganan yang hanya diproduksi di desa ini. Diyakini memiliki energi pelindung, kain ini hanya digunakan untuk upacara penting dan diwariskan turun-temurun.

5. Asrama Pendidikan Adat: Sekolah Kehidupan ala Tenganan

Sebelum “lulus” menjadi pria dewasa, calon Metruna harus tinggal di asrama adat. Di sana mereka belajar nilai komunitas, filosofi hidup, dan kebijaksanaan leluhur dari para tetua desa.

Baca juga:  Hilang Sejak Siang Kemarin, Bocah Lima Tahun di Tenganan Ditemukan

6. Keris sebagai Cermin Diri: Disakralkan dan Tidak Sembarangan Dipegang

Keris tayuhan tidak boleh dipakai sembarangan. Ia menjadi semacam “cermin spiritual” yang menyatu dengan pemiliknya. Bila tak cocok, bisa “menolak” atau menimbulkan firasat buruk.

7. Tradisi yang Masih Hidup: Identitas dan Daya Tarik Budaya

Metruna bukan sekadar ritual; ia adalah jantung identitas Desa Tenganan. Masyarakat terus menjaga upacara ini sebagai warisan budaya takbenda yang menguatkan ikatan antarwarga sekaligus menarik minat wisatawan budaya dari dalam dan luar negeri. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN