
TABANAN, BALIPOST.com – Kepastian proyek pembangunan jalan tol Mengwi-Gilimanuk kembali dipertanyakan warga terdampak jalan tol. Mereka kembali menggelar aksi damai di ruas jalan Desa Antosari, Selemadeg Barat dan Pupuan (titik AS Tol Denpasar-Gilimanuk), pada Kamis (8/8).
Warga membacakan pesan surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo dan Menteri PUPR Mochamad Basuki Hadimuljono.
Dikoordinir oleh Forum Perbekel Terdampak Jalan Tol, puluhan warga yang hadir melakukan aksi damai ketiga kalinya ini ingin mendapatkan kepastian dan kejelasan tentang time line proyek pembangunan Tol Gilimanuk Mengwi. Masyarakat terdampak merasa sangat resah dengan terlalu lamanya situasi ini semenjak SK Penlok pada Maret 2022 sampai sekarang.
Mengingat sertifikat tidak dapat dipakai agunan di bank dan tanah tidak boleh dipindahtangankan sekaligus bangunan yang terkena jalan tol sudah banyak yang rusak hingga perlu renovasi, tetapi belum jelas tentang nilai penggantinya.
“Kami tegaskan aksi damai ini tidak ada unsur politis, ini murni kami mempertanyakan hak kami warga terdampak tol agar pesan surat terbuka yang di bacakan nanti tersampaikan kepada bapak Presiden Republik Indonesia Ir. Haji Joko Widodo dan Bapak Menteri Pupr Haji Mochamad Basuki Hadimuljono,” ucap I Nyoman Agus Suriawan, Perbekel Antosari.
Sementara itu Ketua forum terdampak jalan tol yang juga Perbekel Lalanglinggah, I Nyoman Arnawa berharap, surat terbuka yang ditujukan pada pucuk pimpinan di pusat ini bisa tersampaikan dengan baik.
Sebelumnya sudah sempat digelar rapat di wilayah Kuta pada Oktober 2022 silam, dengan agenda penjelasan perkembangan pembangunan Jalan Tol Gilimanuk Mengwi oleh Kementerian PUPR yang salah satu poin kesimpulannya adalah bahwa dana UGR akan dianggarkan dengan mengunakan Dana APBN. Yang artinya, proyek jalan tol dipastikan akan berlanjut.
Namun sampai saat ini, belum diterima lagi informasi terkait jadwal kepastian pembayaran UGR tersebut, Padahal SK Penlok diterbitkan pada tanggal 7 Maret 2022 dengan Nomor 243/01-A/HK/2022, tanah warga tidak bisa dipakai jaminan untuk permohonan dana kredit.
“Warga hanya ingin ada kepastian Ya atau Tidak. Jika terjadi hal terburuk misalnya tidak dilakukan, kembalikan hak mereka sehingga bisa dimanfaatkan lahannya. Banyak warga masyarakat membutuhkan dana untuk melanjutkan kehidupan,” tegasnya.
Seorang warga terdampak tol asal Banjar Gulingan, Desa Antosari, Selemadeg Barat, Nyoman Loster mengaku dirinya tidak bisa melakukan peremajaan lahan perkebunan miliknya karena khawatir merugi saat tiba-tiba ada kegiatan pembebasan lahan. Ia hanya mengandalkan hasil perkebunan yang sudah ada.
“Sertifikat ada 3, namun hasil ukurnya belum keluar, jadi belum tahu berapa kepastian lahan miliknya yang terdampak, kemungkinan sekitar 70-75 are. Untuk kebun masih bisa ada durian, manggis dan kelapa hanya untuk peremajaan tanaman yang mati belum berani, karena modal besar,” jelasnya.
Begitu juga yang disampaikan, Ketut Lencu. Ia mengatakan dirinya tidak bisa melakukan renovasi rumah ataupun sanggah, karena tidak bisa menggunakan lahannya untuk jaminan kredit. (Puspawati/balipost)