DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak pandemi wabah COVID-19, perekonomian nyaris lumpuh. Apalagi, Bali mengandalkan sektor pariwisata, praktis pasokan bahan pangan dan hasil pertanian yang biasanya lancar didistribusikan ke hotel, restoran dan vila, menjadi mampet.

Kendati demikian, petani dan pelaku usaha yang bergerak di sektor pangan tetap melakukan aktivitasnya. Roda perekonomian yang berjalan tertatih-tatih, diperburuk lagi biaya transportasi barang yang membumbung tinggi, membuat ekspor pangan ke mancanegara tersendat.

Oleh sebab itu, Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Hortikultura (Aspe Horti) Bali, Ir. I Wayan Sugiarta, menyarankan supaya biaya kargo via udara dibantu pemerintah, hingga menjadi murah. “Saya yakin jika pemerintah ikut membantu percepatan pemulihan wabah COVID-19 ini, utamanya biaya kargo pengiriman pangan ke luar negeri via udara ditekan hingga murah, otomatis perekonomian kembali menggeliat,” ujar Sugiarta.

Dia mencontohkan, selama ini Bali memiliki prospek ekspor manggis ke Cina dengan harga Rp 40 ribu-Rp 50 ribu per kg. Akan tetapi, terkendala biaya pengiriman transportasi udara, membuat pasaran manggis hanya mengandalkan lokal, dan harganya cuma Rp 10 ribu-Rp 15 ribu.

Baca juga:  Tiap Bulannya, Ribuan Ton Komoditi Pangan Didatangkan dari Jawa

Alternatif pengiriman pangan ke mancanegara melalui kapal laut yang relatif lebih murah. Hanya, perjalanan pengiriman barang yang memerlukan waktu agak lama, membuat para eksportir termasuk petani harus memutar otak. “Kalau pengiriman manggis melalui kapal laut, konsekuensinya tidak bisa mengirim manggis dalam kondisi matang atau kulitnya hitam,” ungkap Sugiarta.

Karena itu, kaum tani memetik manggis sedini mungkin yang berwarna hijau kemerah-merahan atau merah muda, mengingat perjalanan ke luar negeri yang memakan waktu cukup lama. Padahal, menurut Sugiarta, pesaing Bali dalam ekspor manggis ke China dan Taiwan adalah Thailand, yang lokasinya lebih dekat ke China dan Taiwan. “Jika tak ada wabah corona, kami biasanya lancar mengirim manggis ke China dan Taiwan. Bahkan, manggis dalam kondisi fresh setibanya di negara tujuan,” paparnya.

Yang terpenting, pelanggan di Tiongkok tetap setia mengonsumsi manggis Bali, dibandingkan pemasarannya diserobot negara lain. Ia menyimpulkan, gara-gara pandemi wabah covid-19, pemasaran hasil pangan hanya bertumpu pada pasar lokal. Itu pun bisa dibeli pada pasar tradisional, swalayan, maupun via online.

Baca juga:  Larangan Mudik, Lebih dari 100 Kendaraan Roda Dua Dipulangkan

Aspe Horti Bali beranggotakan 150 orang dan Bali memiliki kualitas pangan yang unggul, seperti sayur mayur, salak gula Bali, alpukat, kopi, coklat, mangga, rambutan, buah naga, termasuk beras organik. “Budidaya buah naga organik sudah dilakukan di Kubutambahan dan permintaan dari luar negeri tinggi sekali.  Termasuk Australia sering mengimpor beras organik Bali. Namun, lagi-lagi terkendala biaya pengiriman transportasi udara yang tinggi,” papar dia.

Ia optimis, jika biaya pengiriman via udara bisa ditekan, hasil pangan Bali bisa bersaing di negara tujuan. Jika wabah corona berakhir, permintaan bahan pangan produksi Bali akan mengalami lonjakan yang signifikan.

Sementara, Kadisperindag Bali, Ir. I Wayan Jarta, menegaskan, dirinya selaku birokrasi berupaya membantu kaum tani, eksportir dan importir. Pemerintah dalam upaya mempercepat pemulihan COVID-19 ini, berupaya menerobos pihak penerbangan plat merah, seperti menggandeng Garuda Indonesia. Jarta mencoba menjajaki pengiriman barang via kargo udara, tarifnya ditekan serendah mungkin.

Baca juga:  Respons Paket Stimulus AS, Indonesia Diharapkan Perkuat Ekspor

Ia menyebutkan, China merupakan pasar empuk manggis dan peluang bagi para eksportir. Sebaliknya, pesawat yang balik ke Tanah Air, bisa mengangkut barang importir dari China, seperti alat kesehatan. “Kami akan menjajaki kaum eksportir dan importir, agar pasokan barang dari dan ke mancanegara bisa lancar dengan biaya pengiriman relatif murah,” jelasnya.

Selain itu, peluang Bali juga terbuka mengekspor ikan tuna segar dan cabai ke Jepang. Karena itu, perlu dipikirkan juga barang impor dari Jepang yang diangkut pesawat, agar balik ke Indonesia tidak kosong, hingga tercipta simbiosis mutualisme. “Kami ingin menerapkan sistem gotong royong, yakni mencarter pesawat Garuda, seluruh kabin dan bagasinya dipenuhi barang selama pergi pulang,” ucapnya. (Daniel Fajry/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *