Tim Saber Pungli mengamankan dua pegawai Dishub diduga lakukan pungli di Klungkung. (BP/dok)

Habis ngeredeg, setelah itu tidur. Itulah kesan yang bisa disampaikan sebagai otokritik terhadap kinerja Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) di Bali.

Awal-awal dibentuk sangat garang menangkap alias OTT petugas parkir dan iuran di objek wisata. Bahkan tukang parkir yang memasukkan recehan seribuan rupiah juga ditangkap. Sementara penyogok pencari SIM dan penyelenggara tajen tak pernah ditindak.

Di Denpasar klian banjar sampai direkayasa ditangkap dengan alasan menerima sogokan mencari surat keterangan tinggal, padahal pararem banjar mengharuskan penduduk pendatang untuk membayar jasa banjar dengan segala fasilitasnya. Maksudnya krama Bali susah payah membangun balai banjar dan posyandu, wajar kalau pendatang menjadi warga tamiu dikenakan iuran. Hingga kini kasus itu masih menggantung hingga korbannya jatuh sakit akibat ditekan.

Masih yang berbau kencur, sejumlah kepala sekolah didatangi Tim Saber Pungli dengan alasan ada laporan masyarakat meminta uang untuk studi tur. Padahal program itu sudah disepakati oleh orangtua siswa. Baru setelah kasus desa adat di Gianyar membebaskan krama Bali bahwa tindakan pemungut iuran di sebuah objek wisata dipayungi peraturan desa adat, kinerja Satgas Saber Pungli di Bali kian tidur.

Baca juga:  Memacu Pemerataan Mutu Pendidikan

Tak ada laporan di media massa mereka berhasil menangkap korban baru. Kalau bisa pelaku yang ditangkap tak sekelas petugas parkir, juga kelas menengah ke atas. Bila perlu oknum polisi dan aparat penting ikut ditangkap. Ini yang belum terbukti di Bali.

Ketika Mahfud MD mau memperpanjang Satgas Saber Pungli yang habis masa berlakunya per 31 Desember menjadi April 2020, kita patut memperkuat Tim Saber Pungli berikut kinerjanya. Beda dengan KPK, siapa pun pemimpinnya sudah memiliki target dan sistem yang jelas. Namun khusus KPK Wilayah Bali dan Jatim, sepertinya belum maksimal. Belum ada hasil OTT istimewa yang dihasilkan di wilayah ini. Padahal potensi itu sangat besar. Katanya bertujuan menimbulkan efek jera. Kalau tidur terus, ya… kapan pelakunya merasa takut dan jera.

Baca juga:  Menilai Kinerja Satgas Saber Pungli dan KPK

Selama dua tahun keberadaan Satgas Saber Pungli ini terkesan hanya menghabiskan uang negara. Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menyampaikan, salah satu hambatan terbesar yaitu anggaran. Hal tersebut sering diutarakan oleh Unit Pelaksana Proyek (UPP) di provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Kata dia, akibat terbatasnya dukungan anggaran dari pemerintah daerah (pemda) dan tidak seragam dalam menegakkan hal tersebut.

Seharusnya persoalan anggaran bukan menjadi masalah yang perlu dibesar-besarkan, sehingga membuat kinerja Satgas Saber Pungli tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal dan efektif. Sebab, dijelaskan lagi, sejumlah UPP Saber Pungli di tingkat provinsi ada yang memiliki jumlah anggaran besar, namun penanganan laporan atau operasi tangkap tangan (OTT) kurang optimal. Ini menyebabkan kerugian negara yang berhasil diselamatkan juga tidak terlalu besar. Nah, jangan sampai terkesan baru ada anggaran baru jalan. Sama saja Satgas Saber Pungli seperti pekerja, kalau tak diketok tak bekerja.

Baca juga:  Bibit Samad Rianto Dilantik Ketua Satgas Dana Desa

Kita berharap pemerintah berjalan baik dan bersih. Demikian juga masyarakat sipil mendapatkan perlindungan secara nyata oleh aparat dan pemimpinnya. Kalau Satgas Saber Pungli dan KPK tak bekerja, sama saja omong kosong kita banyak membentuk lembaga dengan tunjangan gaji segalanya, namun tak ada perubahan di masyarakat. Kita mendorong KPK di Bali dan Satgas Saber Pungli bangkit dan berbuat sesuai prosedur hukum. Bukan asal tangkap, bukan asal ada laporan ke atasan, bukan juga karena rekayasa.

BAGIKAN

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *