Tari Sekar Pudak. (BP/ian)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masyarakat Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung sangat berbangga hati karena saat ini telah memiliki tari kebesaran atau tari maskot yang dinamai Tari Sekar Pudak. Tari maskot yang pementasan perdananya dilaksanakan bertepatan dengan puncak peringatan Hari Ibu, 22 Desember 2019 lalu ini memang ditata dengan sangat artistik.

Komposisi gerak tarinya dipenuhi beragam repertoar gerak yang menghembuskan “napas” kebaruan dengan tetap berpijak pada pakem-pakem gerak tari Bali yang khas, unik, dan estetis. Pemilihan busana dan aksesori pendukungnya yang didominasi warna kuning keemasan berpadu dengan nuansa hijau daun dan putih makin mencuatkan kesan agung dan megah pada tarian yang komposisi gerak tarinya ditata oleh I Wayan Adi Gunarta, S. Sn., M. Sn. Ini.

Sedangkan penataan iringan karawitan dipercayakan kepada  I Wayan Agun Adi Putra. Penata Tari Sekar Pudak Adi Gunarta mengatakan, ide penciptaan tari maskot Desa Darmasaba ini terinspirasi dari kisah historis mengenai keberadaan pohon pudak (sejenis pohon pandan) yang tumbuh subur di wilayah Desa Darmasaba.

Baca juga:  Puluhan Tukik Penangkaran Dilepaskan Nelayan Penimbangan

Dikatakan, tarian ini merepresentasikan keindahan sekuntum bunga pudak. Pancaran keindahannya merefleksikan filosofi kehidupan. Susunan kelopak bunga yang membentuk kuntum lancip adalah refleksi ketajaman pikiran.

Warna putih kelopaknya merefleksikan kesucian, dan warna kuning pada sarinya refleksi kemuliaan. Keharumannya merangsuk sukma, menyebar, membumbung ke segala penjuru, memberikan kedamaian bagi setiap insan di bumi ini. “Untuk memperkuat karakter dan keindahan bunga pudak tersebut, kami secara khusus meminta bantuan Dr. A.A. Gede Agung Rahma Putra, S. Sn., M. Sn. untuk merancang desain kostum Tari Sekar Pudak yang proses pembuatan kostumnya dilakukan oleh I Made Sugiarta. Selain tari maskot, Desa Darmasaba juga menggarap lagu maskot Sekar Pudak yang proses penggarapannya dipercayakan kepada Ida Bagus Surya Prabhawa M, S.H.,” ujar Adi Gunarta, Senin (6/1).

Baca juga:  Tol Mengwi-Gilimanuk Segera Dibangun, Gubernur Koster Sebut Penyeimbangan Infrastruktur

Adi Gunarta menambahkan, bunga pudak ini sarat dengan filosofi kehidupan yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam menegakkan dharma. Di dalam menjalani kehidupan, kata dia, manusia hendaknya dapat mencontoh keharuman dari bunga pudak yang memberikan rasa tenteram dan rasa menyenangkan bagi siapa pun yang menciumnya.

Manusia hidup di dunia ini, hendaknya senantiasa berupaya menebarkan keharuman dengan melakukan kegiatan atau perbuatan yang baik dan bermanfaat bagi sesama maupun lingkungannya. “Dengan demikian, nantinya akan dapat meninggalkan nama baik, mengharumkan nama desa, bangsa dan negara. Harumnya nama baik tentu akan dapat dikenang sepanjang masa,” ujar dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.

Baca juga:  Dari Kandang Babi "Disulap" Jadi Kolam Lele hingga Hujan Deras Landa Buleleng

Menurut Adi Gunarta, garapan Tari Sekar Pudak diwujudkan ke dalam bentuk tari kreasi yang ditarikan secara berkelompok dengan jumlah lima orang penari putri. Pemilihan penari perempuan dimaksudkan untuk mempresentasikan keindahan, keluwesan, dan keharuman dari bunga pudak.

Sedangkan penetapan jumlah penari lima orang didasarkan atas pertimbangan kebutuhan koreografi agar dapat membentuk desain-desain komposisi lantai yang menarik dan dinamis, baik ketika ditarikan di area panggung yang luas atau pun area panggung yang kecil. “Penyajian tari maskot ini dirancang dengan durasi waktu sekitar sembilan menit,” katanya. (Wayan Sumatika/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *