Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS bersama Ida Prameswari saat menyerahkan Penghargaan Hindu Muda Award 2019 dan Sertifikat Sukla Satyagraha kepada pengusaha Hindu di Istana Mancawarna Tampaksiring. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menyikapi aspirasi masyarakat Hindu khususnya di kalangan urban, yang merasa keberatan akan maraknya perkembangan warung–warung yang beroperasi selama 24 jam dan diduga dibiayai oleh gerakan ekonomi bernuansa agama tertentu, disuarakan oleh Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III. Hal itu disampaikannya saat berpidato di hadapan ratusan undangan yang memenuhi Istana Mancawarna Tampaksiring dalam rangka penyerahan penghargaan Hindu Muda Award Ke-17, penghargaan Olimpiade Agama Hindu serta penghargaan Sertifikat Sukla Satyagraha kepada para tokoh Hindu.

Dikatakan oleh Shri Arya Wedakarna, sesungguhnya kehancuran ekonomi umat Hindu di Bali lebih banyak pada terlalu terbukanya pemimpin di desa baik perbekel, lurah, bendesa adat dan juga para klian dinas adat dalam mengatur palemahan dan pawongan. Inilah yang menyebabkan umat Hindu di desa semakin sulit bersaing. “Warga Hindu Bali jangan pernah khawatir jika ideologi ekonomi kerakyatan desa adat di Bali akan berbenturan dengan NKRI. Ketika kita memproteksi ekonomi umat Hindu, itu jelas bukan rasis, itu jelas bukan berat sebelah, tapi justru membantu masalah SARA bangsa ini,” ujarnya.

Baca juga:  Piodalan Di Pura Puri Agung Dalem Tarukan

Ia tidak ingin ke depan banyak masalah sosial di Bali. “Dan jangan lupa orang Bali jika sudah terdesak akan melakukan puputan, orang Bali punya sejarah heroik saat puputan, saat kemerdekaan, saat Gestok 1965, saat Kuningisasi 1972, saat reformasi 1998,” sebutnya.

Ia mengajak kepada semua umat Hindu agar melakukan Gerakan Satyagraha yang pernah dilakukan oleh Ida Dalem Waturenggong (Raja Bali) yang dalam Babad Bali pernah mengusir utusan dagang dan kelompok radikal dari tanah seberang yang coba–coba ingin mengganti budaya orang Bali. “Bali hanya satu–satunya di dunia dan sesuatu yang langka ini hanya bisa diproteksi dengan sistem yang ketat. Contoh ketegasan Sabdo Palon Nayogenggong saat menolak meninggalkan Siwa Buddha, contoh ketegasan Raja Dalem Waturenggong mengusir kaum anti-Pancasilais saat beliau berkuasa dan tengok ketegasan almarhum Prof. IB Mantra saat memproteksi Bali dengan kebijakan yang pro-adat Hindu. Semua tergantung diri kita,” tegasnya. (Adv/balipost)

Baca juga:  SYC, Siapkan Generasi Cerdas Spiritual

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *