Maket shortcut Singaraja-Mengwitani. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Dimulainya proyek pembangunan shortcut jalan baru batas kota Singaraja–Mengwitani di lokasi lima dan enam wilayah Desa Pegayaman, Kecamatan Suaksada, dikhawatirkan diikuti dengan pembangunan akomodasi wisata yang tidak terkendali. Kondisi ini akan berdampak pembangunan di daerah resapan itu dan mengancam kelestarian lingkungan.

Tidak ingin gangguan lingkungan di jalur shortcut, Pemkab Buleleng akan mengendalikan pemanfaatan ruang lewat Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Buleleng dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS) didampingi Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Nengah Budiarta mengatakan, Desa Wanagiri, Gitgit, dan Pegayaman yang dilintasi jalur shortcut merupakan daerah resapan air. Pemanfaatan ruang pada kontur tanah berbukit bila tidak dikendalikan bisa saja akan merusak lingkungan itu sendiri.

Baca juga:  Sektor Jasa Keuangan Indonesia Tetap Stabil

“Dari regulasi yang sekarang pun menyebut bahwa di atas (Wanagiri, Gitgit, dan Pegayaman) itu daerah resapan dan pemanfatan ruangnya adalah dominan budidaya tanaman pertanian dan daerah dilindungi,” katanya.

Bupati mengakui dibangunnya proyek shortcut akan menimbulkan adanya pembangunan akomodasi di dekat lahan itu. Meski demikian, pihaknya telah memiliki program untuk melindungi daerah resapan tersebut melalui penerapan RTRWK dan RDTR. “Tahun 2019 PUPR sudah mengalokasikan anggaran untuk pembahasan revisi RTRWK dan RDTR, sehingga pembangunan shortcut tuntas pemanfaatan ruang juga kita atur dengan baik,” tegasnya.

Baca juga:  Buleleng Bangun Tower Transmisi TV di Pagayaman, Lahan 20 Are Dibebaskan

Menurut Bupati, dalam revisi perda, pemkab memasukan zona-zona pemanfatan ruang di Buleleng bagian atas. Dari beberapa zona tersebut, bisa saja pemanfatan ruang untuk bangunan, namun diikuti dengan kewajiban masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan menyiapkan daerah hijau dan penanaman pohon. “Kita nanti masukan zona-zona di atas itu, mana budidaya pertanian dan wilayah dilindungi. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) misal 10 atau 20 persen. Pengaturan ini memberikan ruang untuk memanfaatkan ruang untuk kesejahraan masyarakat diikuti menjaga kelestarian lingkungan,” katanya. (Mudiarta/balipost)

Baca juga:  Kepsek SD di Yehembang Kangin Dilaporkan Kasus Pelecehan 
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *