garam yodium
Petani garam di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan. Penjualan garamnya ke koperasi LEPP Mina Segara macet. Hal tersebur dikarenakan produksi menjadi yodium terkendala peralatan. (BP/sos)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Produksi garam beryodium di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan yang digagas Pemkab Klungkung pada akhir 2017 macet. Keterbatasan peralatan menjadi penyebab hal tersebut. Kondisi ini juga berimbas pada penjualan garam tingkat petani yang tidak bisa berjalan berkelanjutan. Kini, sepenuhnya hanya bergantung pada pengepul.

Petani garam, Dewa Ketut Candra menuturkan produksi garam beryodium sudah disosialisasikan oleh pemkab. Hal tersebut disambut positif petani lantaran dinilai akan mendongkrak pendapatannya. Langkah ini juga telah ditindaklanjuti dengan pembelian 1 ton garam oleh Koperasi LEPP Mina Segara selaku pengelola. Hanya gerakannya berhenti sampai itu saja. Tidak ada lagi kelanjutan, bahkan program tersebut nyaris tak terdengar lagi. “Sering yang menanyakan. Kok tidak ada beli garam lagi. Yang ada hanya awal-awalnya saja,” tuturnya, Senin (19/3).

Baca juga:  Kasus Perbankan Dominasi Pengaduan Konsumen Tahun 2019

Disampaikan lebih lanjut, bumbu dapur berupa kristal ini saat itu dibeli Rp 10 ribu per kilo, menyesuaikan dengan pasaran. Kini, petani hanya menghandalkan penjualan ke pengepul. Kedatangannya bisa berkelanjutan dan permintaan lancar. “Sekarang hanya bergantung ke pengepul jualnya. Malah lebih lancar. Bisa datang setiap hari,” sebutnya.

Petani lain, Nyoman Kaplag menyebutkan penjualan garam ke tengkulak jauh lebih pasti. Produksinya setiap hari yang mencapai kisaran 12 kilogram selalu habis. Namun demikian, ia menilai produksi garam beryodium sangat bagus untuk diterapkan karena sebagai bagian pembangkitan pertanian yang semakin ditinggalkan generasi muda. “Saya sempat jual sekali saja ke koperasi. Setelah itu tidak ada lagi,” terangnya. Produksi bumbu dapur bercita rasa asin ini tergolong bagus. Hal itu tak lepas dari kondisi cuaca yang sudah membaik. “Padahal produksi garam sekarang sudah normal. Setiap hari bisa panen,” imbuhnya.

Baca juga:  Segini Jumlah Desa di Bali Sudah Salurkan BLT-DD

Sementara itu, petani Ketut Kaping menyebutkan mendukung program ini, pemkab juga menggelontorkan bantuan berupa mesin penyedot air laut, gentong sebagai tempat penampungan dan juga pipa. Namun itu belum bisa dipergunakan lantaran pemasangannya terkendala ombak besar. “Pakai ini juga lebih rumit. Karena prosesnya banyak. Hasil garamnya juga tak maksimal. Lebih baik menyiram seperti semula,” jelasnya.

Ditengah nihilnya pembelian garam oleh koperasi, ia mengaku masih beruntung. Pasalnya, pesanan tetap mengalir dari pelanggan. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, sampai mencapai 4 ton. “Ini mau dikirim ke Italia,” katanya.

Baca juga:  ”Groundbreaking” LRT Bali di Awal 2024 Dinilai ”Kesusu”

Sekretaris Koperasi LEPP Mina Segara, Wayan Suartika membenarkan pembelian garam ke petani baru berlangsung sekali. Dijelaskan, hal tersebut karena produksi garam yodium belum berlanjut pascauji coba. “Kami masih terkendala alat pengering. Makanya tidak bisa memproduksi. Saat uji coba baru sekitar 50 kilo. Alatnya ditangani Dinas Perindustrian. Katanya tahun ini pengadaannya,” jelasnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Klungkung, I Gede Kusumajaya mengatakan pengadaan peralatan itu sudah diusulkan tahun ini. Hanya untuk besaran anggarannya belum bisa disampaikan. “Memang peralatan masih jadi kendala. Yang jelas pengadaannya sudah diusulkan. Ini sudah dibicarakan dengan tim dan juga Sekda. Semua menyetujui,” tandasnya. (sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *