Kapolri Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan usai rapat dengan Komisi III DPR RI, Senin (16/10). (BP/har)
JAKARTA, BALIPOST.com – Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menawarkan dua opsi metode kerja Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Dua opsi ditawarkan untuk penyatuan kerja dengan Kejaksaan Agung dan lembaga terkait lainnya.

“Pertama, dibentuk satu atap dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sehingga kepemimpinannya bukan (semata) dari Polri, namun kami usulkan satu perwira tinggi bintang dua Kepolisian, satu dari Kejaksaan, dan satu dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Tito dalam Rapat Kerja Komisi III DPR, di Gedung DPR Jakarta, Senin (16/10).

Penegasan disampaikan Kapolri pada rapat koordinasi yang dilakukan di ruang Komisi III DPR bersama Kapolri, Jaksa Agung HM Prasetyo, Komisioner KPK dan Menkum HAM Yasonna H. Laoly.

Kapolri menjelaskan pada metode pertama itu, pimpinan Densus Tipikor berada dalam satu atap dan bersifat kolegial sehingga tidak ada lembaga di dalam Densus yang mengintervensi lembaga lainnya. Dengan demikian, diharapkan Satgas Khusus Tipikor yang sudah berjalan di Kejaksaan bisa menjalankan tugasnya sesuai kewenangannya.

Baca juga:  Terbukti Curi Emas, Pegawai KPK Diberhentikan Tidak Hormat

Sedangkan opsi metode kedua yang ditawarkan Kapolri, yaitu Densus Tipikor didesain tidak perlu satu atap. Metode ini mengadopsi struktur dalam Detasemen Khusus 88 Anti-teror Polri yang dipimpin perwira tinggi Polri berbintang dua. Meski tidak satu atap, Satgas Khusus Tipikor di Kejaksaan tetap bisa berkoordinasi dalam pemberantasan korupsi. “Seperti Densus 88, sudah ada Satgas penuntutan di Kejaksaan tujuannya agar tidak ada bolak balik perkara ketika berkas selesai,” kata dia.

Dari dua opsi metode yang ditawarkan itu, Kapolri Tito Karnavian menegaskan bahwa pada prinsipnya kehadiran Densus Tipikor bukan untuk menyampingkan institusi lain. Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum yang memiliki kewenangan penuntutan tetap menjalankan kewenangannya melakukan penyidikan dan penuntutan di luar tim yang tergabung dalam Densus Tipikor.

Selain itu, Densus Tipikor juga dibentuk bukan untuk menyaingi kerja-kerja KPK. Sebab, menurutnya kasus-kasus korupsi sangat luas, sehingga harus berbagi dalam penanganan kasus korupsi. “Saya tegaskan, kehadiran Densus Tipikor Polri bukan menegasikan rekan-rekan penegak hukum lain, bukan untuk menyaingi KPK dan Kejaksaan. Namun kasus korupsi sangat luas sehingga bisa bagi tugas,” tegasnya.

Baca juga:  2022, Kasus WNA Terlibat Kejahatan Meningkat Dua Kali Lipat

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa Kejaksaan Agung masih tetap pada sikapnya enggan bergabung dalam Densus Tipikor yang dibentuk Polri karena memiliki Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK) dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. “Kami sudah punya Satgasus jauh sebelum ada pemikiran pembentukan Densus Tipikor, kami sudah punya. Satgasus ini sama sekali tidak ada tambahan biaya operasional,” kata Jaksa Agung M Prasetyo menanggapi tawaran dua metode kerja Densus Tipikor yang disampaikan Kapolri.

Prasetyo mengatakan apabila Densus Tipikor dibentuk, maka Kejaksaan memperkuat personil jaksa di internal lembaganya, sehingga diharapkan dapat merevitalisasi kerja-kerja penuntutan agar bisa menampung hasil kerja Densus Tipikor. Baginya, tidak masalah penanganan korupsi dilakukan seperti sekarang sehingga apabila berkas perkara belum lengkap secara formal dan materil maka harus diperbaiki dan dikembalikan.

Baca juga:  Kapolri Komentari Hasil Autopsi Kedua Brigadir J

Menurutnya, Polri dan Kejaksaan masing-masing memiliki independensi dan hasil kerja penyidik Polri tentunya dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Jadi, jangan khawatir ada kesan bolak-balik dalam penanganan kasus korupsi,” tegas Prasetyo.

Dia berharap kinerja Densus Tipikor apabila nanti terbentuk tidak saling tumpang tindih dengan pemberantasan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sesuai Undang-Undang, KPK menangani kasus korupsi yang nilainya diatas Rp1 miliar. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar rumusan soal itu dipertegas lagi sebab ada semangat agar tindak pidana korupsi bisa ditangani bersama secara lebih terintegrasi.

Prasetyo menolak anggapan bahwa kehadiran Densus Tipikor dirancang untuk meredupkan kerja KPK yang pada akhirnya secara perlahan akan menghapus atau membubarkan lembaga anti korupsi itu. “Tidak ada semangat membubarkan KPK, justru dengan saling memperkuat itu hasilnya akan optimal. Semangat kita bersama-sama bersinergi. Sesuai dengan hukum acara yang ada,” kata Prasetyo. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *