Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, Jumat (26/12) meninjau TPA Tanjungrejo, Kudus. (BP/Antara)

KUDUS, BALIPOST.com – Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, terancam dijatuhi sanksi administratif karena pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah belum sesuai ketentuan.

Hal ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, Jumat (26/12).

“Hingga saat ini Kudus belum menyampaikan laporan pengelolaan sampah ke dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, sehingga belum termasuk daerah yang langsung dikenai sanksi, namun dalam waktu dekat sanksi administratif akan diberikan untuk mendorong perbaikan penanganan TPA,” ujarnya didampingi Bupati Kudus Sam’ani Intakoris bersama Forkopimda saat meninjau TPA Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kudus, dilansir dari Kantor Berita Antara.

Ia mengapresiasi respons cepat Bupati Kudus Sam’ani Intakoris bersama Ketua DPRD Kudus Masan melakukan akselerasi untuk mengurangi tekanan lingkungan di TPA setelah menerima masukan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Meski demikian, pengelolaan TPA dinilai harus dilakukan secara lebih bijak, karena lokasinya berada di area ketinggian.

Baca juga:  Dari Bandara Ngurah Rai Perketat Pengawasan hingga Terima Kasih Gubernur Koster

“Posisi TPA ini cukup berisiko, karena berada di tebing. Oleh karena itu, pembangunan terasiring wajib dilakukan secara serius. Banyak kejadian di daerah lain yang menimbulkan korban jiwa akibat ketidaktaatan dalam pengelolaan TPA,” ujarnya.

Hanif menegaskan praktik pembuangan sampah secara terbuka atau open dumping telah dilarang sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Seluruh TPA seharusnya menutup open dumping paling lambat tiga tahun setelah undang-undang tersebut berlaku.

“Faktanya, hampir seluruh daerah di Indonesia masih melakukan open dumpingKarena itu, seluruh kabupaten/kota dikenai sanksi administratif agar menutup open dumping, minimal menjadi controlled landfill,” ujarnya.

Dalam sistem controlled landfill, sampah wajib ditutup tanah secara berkala setiap tiga hingga tujuh hari guna mengurangi lindi dan pencemaran lingkungan. Dari total 514 kabupaten/kota, sekitar separuh telah melakukan perbaikan signifikan, termasuk TPA di Kudus.

KLH akan melakukan pemantauan lebih ketat dengan menjatuhkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah selama enam bulan ke depan untuk perbaikan TPA Kudus. Penilaian dilakukan berdasarkan indikator terstandar yang mengukur potensi kerusakan lingkungan.

Baca juga:  Ikut Kampanye, Dua Oknum PTT dan Kaling Direkomendasikan Sanksi

“Jika dalam enam bulan nilainya di bawah 40, sanksi akan ditingkatkan menjadi pemberatan sesuai Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dengan ancaman pidana satu tahun. Jika nilainya 40 sampai 90, sanksi diperpanjang sesuai progres. Bila lebih dari 90, sanksi dicabut,” ujarnya.

Selain pengelolaan TPA, Hanif juga menyoroti kinerja pengelolaan sampah secara menyeluruh di Kabupaten Kudus. Saat ini, nilai pengelolaan sampah Kudus berada di kisaran 54–55, masih di bawah ambang batas sertifikasi nasional yang ditetapkan sebesar 60.

“Kudus masih masuk kategori kota kotor, namun tinggal sekitar lima poin lagi untuk mencapai sertifikat. Dengan inisiatif Bupati dan DPRD menaikkan anggaran serta memperkuat pemilahan sampah dari hulu pada 2026, kami optimistis target tersebut bisa tercapai,” ujarnya.

Baca juga:  Garuda Pertiwi Muda Libas Timor Leste

Ia menjelaskan nilai 60–75 masuk kategori sertifikat pengelolaan sampah, nilai 75–85 berpeluang meraih Adipura, dan di atas 85 berpotensi memperoleh Adipura Kencana. Saat ini, baru sekitar 10 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki potensi Adipura.

Penilaian selanjutnya akan dilakukan secara terbuka pada Januari dengan melibatkan dinas terkait dan insan pers. Jika hasil penilaian masih menempatkan Kudus dalam kategori kota kotor, maka sanksi administratif paksaan pemerintah akan diberlakukan kepada kepala daerah.

Hanif menegaskan tanggung jawab pengelolaan sampah berada pada bupati dan wali kota, namun keberhasilan penanganan sampah tidak akan tercapai tanpa peran aktif masyarakat.

“Meski masyarakat membayar pajak dan retribusi, pengelolaan sampah tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada kepala daerah. Sampah itu bukan berkah, melainkan masalah yang harus dikelola bersama melalui pemilahan dan pengelolaan yang benar,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN