IPS saat digiring dari ruangan pemeriksaan Kejari Denpasar untuk dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ketua salah satunya LPD di Kota Denpasar berinisial IPS, Rabu (3/12), dipanggil ke Kejari Denpasar untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan korupsi di LPD yang dikelolanya. Setelah pemeriksaan yang berlangsung hingga malam hari, tim penyidik Pidsus Kejari Denpasar di bawah komando I Dewa Semata Putra memutuskan untuk menahan yang bersangkutan.

Kajari Denpasar, Trimo, S.H., M.H. menyampaikan bahwa penahan dilakukan selama dua puluh hari ke depan sambil menunggu untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Denpasar. Diuraikan, IPS dalam kasus ini selaku Kepala LPD di Kota Denpasar masa jabatan tahun 1999-2023 yang diangkat berdasarkan surat keputusan Wali Kota Madya Kepala Daerah Tingkat II Denpasar.

Baca juga:  Korupsi untuk Beli Mobil dan Kontrak Cengkeh

IPS, kata pihak Kejari Denpasar, diduga telah melakukan beberapa perbuatan kejahatan yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut secara melawan hukum.

IPS sebagai Ketua LPD diduga dalam pengelolaan keuangan atas pinjaman yang diberikan ke nasabah, tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian pengelolaan LPD seperti prinsip yang diperlukan untuk menjamin pengelolaan LPP yang sehat. Salah satunya, adanya kebijakan tingkat suku bunga pinjaman yang lebih rendah dari nasabah peminjam lainnya yang dijalankan pengurus LPD.

Baca juga:  LPD Tidak Kebal Hukum, Dipastikan Tetap Jadi Obyek Pengawasan Aparat

Selain itu, ada dugaan penarikan atas agunan yang digunakan sebagai jaminan pinjaman sehingga pinjaman yang diberikan tersebut tidak mempunyai agunan. Ada pula adanya pinjaman yang diberikan dipecah menjadi dua surat perjanjian pinjaman (SPP) dengan tujuan menghindari batas maksimum pemberian kredit (BMPK), adanya pinjaman yang diberikan oleh Ketua LPD kepada nasabah peminjam berstatus sebagai peminjam yang menyebabkan terjadinya kredit macet.

Dijelaskan kembali, IPS tidak memiliki awig-awig atau pararem yang mengatur pemberian kredit kepada nasabah. Diketahui sejak tahun 2008, IPS dalam pemberian pinjaman kepada nasabah hanya berdasarkan kepercayaan saja dan diproses oleh istri (almarhum) sebagai bendahara. Jaksa menilai hal tersebut bertentangan dengan sejumlah aturan. Perbuatan terdakwa diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sejumlah Rp2.621.738.500. (Miasa/balipost)

Baca juga:  Bulan Bahasa Bali, Lomba Mengetik Aksara Bali Digelar

 

 

 

BAGIKAN