Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kementerian Sosial (Kemensos) mengumumkan hasil pengecekan lapangan atau ground check terhadap 12 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam program bantuan sosial. Dari pemeriksaan masif tersebut, ditemukan bahwa 1,9 juta KPM dinyatakan tidak lagi layak menerima bansos.

Temuan ini disampaikan langsung Menteri Sosial, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dalam rapat koordinasi pengelolaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) di Semarang, Selasa (25/11).

Terkait temuan ini, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kadisos P3A) Provinsi Bali, dr. A.A. Sagung Mas Dwipayani, M.Kes., mengatakan masih melakukan verifikasi dan validasi untuk mengecek kembali kepada KPM di Bali.

Ia mengaku diberi waktu hingga Jumat (28/11). “Kami masih verifikasi dan validasi, diberikan waktu sampai Jumat. Setelah itu saya akan informasikan,” ujarnya, Rabu (26/11).

Diungkapkan, berdasarkan data BPS Bali realisasi jumlah KPM (Bansos Pangan) di Bali tahun 2024 sebanyak 598.381 orang. Paling banyak di Kabupaten Buleleng 160.533 orang. Disusul Kabupaten Karangasem 135.204 orang, Tabanan 82.204 orang, Jembrana 55.215 orang, Gianyar 50.447 orang, Bangli 43.517 orang, Klungkung 31.289 orang, Badung 30.749 orang, dan Kota Denpasar 9.203 orang.

Baca juga:  Jumlah Penerima Program Keluarga Harapan 2025 di Tabanan Mengalami Peningkatan

Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Suwirta mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinsos P3A Bali terkait data KPM di Bali. Ini penting dilakukan agar penerima bansos di Bali tepat sasaran lantaran Mensos menemukan 1,9 juta KPM tidak layak menerima bansos.

“Saya sudah koordinasi dengan Dinsos Bali, mereka masih melakukan verifikasi dan validasi data hingga Jumat ini,” ujar Suwirta, Rabu (26/11).

Sementara itu, Pengamat Ekonomi yang juga Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan, dan Operasional Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. Putu Ngurah Suyatna Yasa, S.E.,M.Si., menyoroti kondisi ini. Menurutnya, hal ini sudah menjadi sejenis adat istiadat birokrasi yang turun temurun.

Kondisi itu bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, data base tentang orang miskin yang pantas menerima bansos tidak pernah valid. Data lebih sering dibuat-buat tanpa survey lapangan secara obyektif.

Baca juga:  Kadek Wahyu Mundur di Final BK PON

Kedua, data yang ada tidak di update sehingga dipakai terus menerus meskipun sudah terjadi berbagai perubahan dari tahun ke tahun berikutnya. Ketiga, unsur kesengajaan karena kepentingan oleh aparat desa dengan memasukkan sanak keluarga meskipun tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan pemerintah.

Keempat, karena kepentingan politik oleh partai politik yang sering menggunakan uang negara untuk tujuan mencari suara dalam pemilu, pemilukada maupun pemilihan aparat desa. Kelima, adanya pembiaran karena terjadinya keterlibatan pihak-pihak yang terkait dengan penyaluran bansos, sehingga diantara mereka tahu sama tahu.

Keenam, lemahnya pengawasan aparat berwenang, karena pihak yang seharusnya mengawasi justru mendapat keuntungan dari kondisi status quo tersebut. Dan ketujuh, kalau ada evaluasi hanya bersifat formalitas saja, bukan untuk perbaikan dimasa mendatang.

Atas kondisi ini, menurutnya Presiden dan Menteri terkait harus tegas, tidak lagi memberi ruang bagi kekeliruan baik disengaja maupun tidak sengaja. Berikan punishment dengan penegakan hukum tak pandang bulu dan konsisten serta berkelanjutan. Jangan hanya diusut ketika masyarakat ribut atau viral di media sosial.

Baca juga:  Jelang Galungan, Pemda Larang Jual Babi ke Luar Bali

“Pejabat yang tidak bisa kerja atau tidak mau kerja seharusnya segera diganti dengan yang kompeten, berintegritas dan mampu mengabdi untuk rakyat dan negara. Sudah saatnya penunjukan pejabat mengedepankan dari kalangan profesional tidak ada unsur kepentingan politik semata,” saranya, Rabu (26/11).

Menurut data Dewan Ekonomi Nasional (DEN), sekitar 45 persen penerima bansos ditengarai tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan. Temuan lapangan memperlihatkan sejumlah kasus ekstrem, termasuk KPM yang tercatat menerima bansos hingga 16–18 tahun berturut-turut, seperti di wilayah Jawa Tengah.

Fenomena ini menunjukkan bahwa data sosial selama ini tidak pernah diperbarui secara sistematis, sehingga bansos dapat diwariskan antar generasi tanpa evaluasi kondisi ekonomi terbaru. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN