Wagub Jateng memberikan vaksinasi polio saat menghadiri acara World Polio Day 2025, yang digelar Rotary Club District 3420 dan District 3410 di Awanncosta, POJ City, Kota Semarang, Minggu (26/10). (BP/Istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Rendahnya cakupan imunisasi polio terhadap anak di sejumlah daerah di Indonesia berdampak pada munculnya kasus polio pada anak. Karena itu, Pemerintah Indonesia menetapkan polio sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sejak Oktober 2022.

Dalam masa tersebut, pemerintah telah menyalurkan hampir 60 juta dosis imuninsasi polio tambahan yang diberikan kepada anak-anak Indonesia. Sejak saat itu, kasus virus polio tidak lagi ditemukan pada anak maupun lingkungan.

Berdasarkan situasi ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan KLB ditutup secara resmi pada 19 November 2025.

“Kita berhasil menghentikan penyebaran polio di Indonesia berkat dedikasi tenaga kesehatan, komitmen orangtua dan seluruh anggota masyarakat agar anak-anak diimunisasi, serta dukungan mitra. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan. Kita harus terus bekerja sama agar polio tidak kembali dengan memastikan semua anak menerima imunisasi polio lengkap sesuai usia,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, di Jakarta, Jumat (21/11) dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI.

Namun, pihaknya tetap menyarankan untuk waspada karena risiko polio masih ada, terutama dengan adanya kesenjangan cakupan imunisasi di beberapa provinsi di Indonesia.

Baca juga:  Ombudsman Dorong Pemerintah Tetapkan Status KLB AKI

Dr. Saia Ma’u Piukala, Direktur Regional WHO untuk Pasifik Barat mengatakan keberhasilan Indonesia merupakan langkah penting menuju dunia tanpa polio. Keberhasilan ini juga memperkuat kemampuan seluruh Wilayah Pasifik Barat WHO untuk mempertahankan status bebas polio yang telah dicapai 25 tahun lalu.

“Saya mendorong 38 negara dan wilayah di Pasifik Barat untuk tetap waspada. Suatu hari nanti, polio hanya tinggal sejarah. Sampai saat itu tiba, kita harus melanjutkan imunisasi,” ucapnya.

KLB terjadi sejak bulan Oktober 2022, saat kasus pertama dilaporkan dari Aceh. Dalam dua tahun berikutnya, kasus juga ditemukan di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku Utara, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Kasus cVDPV2 (varian virus polio) terakhir terkonfirmasi di Papua Selatan pada 27 Juni 2024.

Indonesia melakukan respons melalui dua putaran imunisasi tambahan polio dengan menggunakan vaksin novel OPV-2 (nOPV2) mulai akhir tahun 2022 hingga triwulan ketiga 2024.

Secara paralel, cakupan imunisasi rutin juga meningkat, dengan persentase anak yang menerima dosis kedua vaksin polio inaktif (IPV) meningkat dari 63% (1,9 juta anak) pada 2023 menjadi 73% (3,2 juta anak) pada 2024.

Baca juga:  Curi Motor di Lima TKP, Pasutri Asal Pegayaman Berakhir di Polsek Baturiti

Dalam upaya mengakselerasi peningkatan cakupan IPV, Kementerian Kesehatan menginisiasi penggunaan vaksin heksavalen yang menggabungkan DPT-HB-Hib dan IPV dalam satu suntikan.

Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap enam penyakit sekaligus, yakni polio, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, serta pneumonia dan meningitis akibat infeksi Haemophilus influenza tipe b.

Penggunaan vaksin heksavalen diharapkan jumlah suntikan yang diterima anak, menghemat waktu dan biaya keluarga, serta mempercepat terbentuknya kekebalan terhadap berbagai penyakit. Program ini dimulai pada Oktober 2025 di provinsi DIY, NTB, Bali, serta enam provinsi di Tanah Papua, dengan pelaksanaan secara nasional direncanakan pada tahun mendatang.

Indonesia juga mencatat kemajuan signifikan dalam deteksi dan investigasi lumpuh layuh akut atau Acute Flaccid Paralysis (AFP) pada anak-anak. Kualitas surveilans AFP semakin baik melalui deteksi kasus lebih sensitif dan peningkatan kualitas spesimen. Sesuai protokol Global Polio Eradication Initiative, tim independen global menilai kualitas respons KLB polio melalui Outbreak Response Assessment (OBRA) pada Juli 2023, Desember 2024, dan Juni 2025.

Berdasarkan penilaian ini, disimpulkan Indonesia telah melaksanakan upaya respon yang berkualitas, melakukan serangkaian upaya penguatan dan peningkatan pelaksanaan program sebagaimana direkomendasikan tim OBRA, serta membuktikan tidak adanya kasus baru. Dengan demikian, WHO menyatakan Indonesia telah memenuhi kriteria berakhirnya KLB, sehingga status KLB Polio dapat ditutup.

Baca juga:  KLB Ujian Bagi Masa Depan Partai Demokrat

Pencapaian ini terwujud melalui kolaborasi antara Pemerintah Indonesia, baik pusat maupun daerah, dengan seluruh mitra pembangunan internasional seperti WHO, UNICEF, United Nations Development Programme (UNDP), Clinton Health Access Initiative (CHAI), dan Rotary International.

Pencapaian ini pun terwujud berkat dedikasi para tenaga kesehatan dan masyarakat di seluruh Indonesia. Perwakilan UNICEF Indonesia Maniza Zaman, mengatakan ini menunjukkan hal yang bisa kita capai ketika masyarakat, tenaga kesehatan, dan mitra bersatu.

“Kita harus terus menjaga momentum agar setiap anak mendapatkan imunisasi yang mereka butuhkan untuk tumbuh sehat dan bebas dari polio serta penyakit lainnya yang dapat dicegah dengan imunisasi,” ungkapnya.

Dengan berakhirnya status KLB Polio ini, Kementerian Kesehatan menegaskan komitmennya untuk menjaga Indonesia tetap bebas polio melalui penguatan imunisasi rutin, peningkatan surveilans, kerja sama lintas sektor, dan dukungan masyarakat. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN