
DENPASAR, BALIPOST.com – Per Desember 2024, ada sebanyak 1.875 bidang tanah yang menjadi aset Pemkot Denpasar. Dari 1.875, baru 1.823 tanah yang bersertifikat, sisanya 52 tanah belum bersertifikat.
Kepala Badan Keuangan dan Pengelola Aset (BPKAD) Denpasar Dr. Ni Putu Kusumawati, Jumat (14/11) mengatakan, tahun 2024 ada 52 bidang tanah yang menjadi target untuk disertifikatkan. Tanah tersebur berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasum) sebanyak 38 dan tanah bidang lainnya sebanyak 14.
Sedangkan tahun 2025, target tanah yang akan dilakukan sertifikasi yaitu 60. Sehingga selama satu tahun ada tambahan 8 bidang tanah yang diperoleh dari 3 fasos /fasum dan 5 hibah.
“Dari puluhan aset tersebut, sampai Oktober 2025, baru terbit 3 sertifikat, 12 bidang tanah masih proses di kantor pertanahan dan 45 dalam proses kelengkapan berkas,” ujarnya
Dalam proses pensertifikatan tersebut, ada beberapa kendala yang ditemui. Diantaranya, ada beberapa bidang tanah yang merupakan hibah seperti tanah Kantor BPKAD Denpasar yang merupakan hibah dari Kabupaten Badung. Ketika akan melakukan balik nama atas nama Pemkot Denpasar, sertifikatnya tidak ada.
“Jadi saat serah terima dari Pemkab Badung ke Pemkot Denpasar, hanya ada berita acara serah terima, naskah perjanjian hibah tanpa ada sertifikat Pemkab Badung,” ujarnya.
Hibah tanah lain dari Pemkab Badung yaitu Kantor Korwil Disdikpora. Sementara kendala persertifikatan lain yaitu terjadi overlap di tanah sekolah TK Pembina. Tanah tersebut merupakan tanah aset Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Tanah tersebut juga kami dapatkan hibah dari Pemkab Badung, namun setelah kita proses pensertifikatan, ternyata SHP-nya atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan padahal lembaga tersebut sudah tidak ada sekarang,” ujarnya.
Pada aset Pemkot di eks Kantor Bea Cukai, Sanur juga merupakan hibah namun belum disertifikatkan karena pihak pemberi hibah tidak dapat menerbitkan pelepasan hak akibat hibah sudah sangat lama.
“Itupun mereka kesulitan mencari kapan hibah itu terjadi. Dokumen-dokumen tidak ada sama sekali tapi sudah menjadi penguasaan kami di Pemkot Denpasar,” tandasnya.
Tanah kantor eks meteorologi juga kesulitan dalam mensertifikatkan karena ia tidak mendapatkan tanda tangan penyanding. Tanah di SD 2 Dauh Puri yang tercatat sebagat aset Pemkot Denpasar juga sulit disertifikatkan karena tanah tersebut diklaim milik pihak lain sementara penyanding serta kepala desa tidak mau tanda tangan.
“Padahal di lahan tersebut ada sekolah dasar yang wajib kita biayai untuk mendukung pendidikan di Kota Denpasar, karena kalau alas hak belum atas nama Pemkot Denpasar, kami belum bisa mengeluarkan pembiayaan apapun terkait dengan sekolah tersebut,” ujarnya.
Pada aset tanah Puskesmas 1 Denpasar Utara dan TPST Kertalangu merupakan hasil plotting. “Karena SHP-nya Provinsi tapi provinsi tidak memiliki dokumen kepemilikan. Setelah kita plotting dengan BPN, itu SHP Provinsi cuma tidak ada dokumen kepemilikan dari Provinsi Bali dan Provinsi pun tidak mengetahui riwayat atas lahan tersebut ,” ujarnya.
Aset tanah di Kantor BRIDA Denpasar juga hibah dari Pemkab Badung ke Pemkot Denpasar, yang mana hasil plotting diketahui Sertifikat Hak Pakai (SHP) merupakan milik Kabupaten Badung namun tidak memiliki dokumen sertifikatnya.
Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan, penertiban aset dan optimalisasi pendapatan pajak daerah yang menjadi fokus agenda KPK saat ini, erat kaitannya dengan upaya pemberantasan korupsi karena pengelolaan aset yang baik dan optimalisasi pendapatan pajak daerah yang efektif merupakan fondasi bagi tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Penertiban aset merupakan langkah krusial untuk mencegah terjadinya korupsi. “Dengan tertibnya pengelolaan aset, kita dapat memastikan bahwa semua aset daerah tercatat dengan baik, dikelola secara profesional dan digunakan sesuai dengan peruntukannya,” ujarnya.
Hal ini tidak hanya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan aset, tetapi juga mencegah penyalahgunaan dan penyelewengan aset daerah. Permasalahan aset merupakan beberapa upaya yang akan dilakukan untuk mencapai persentase pemenuhan area pengelolaan barang milik daerah (BMD) yang optimal. Hingga saat ini capaian area pengelolaan BMD 74,61 persen. (Citta Maya/balipost)




