
DENPASAR, BALIPOST.com – Angka Stunting Provinsi Bali Tahun 2024 meningkat menjadi 8,7 persen dibandingkan tahun 2023 sebesar 7,2 persen.
Kendati ada peningkatan, Bali masih termasuk paling rendah di seluruh Indonesia, sehingga diberikan penghargaan pada Hari Kesehatan Nasional (HKN), Rabu (12/11).
Terkait hal ini, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali dr. I Nyoman Gede Anom menyebut data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) adalah prevalensi bukan data riil anak yang stunting.
Ia mengklaim, angka stunting di Provinsi Bali 5,9 persen tahun 2024. Sehingga, angkanya menurun dibandingkan tahun 2023.
Anom memaparkan, data yang disampaikan SSGI adalah prevalensi yang memasukkan indikator lain. Seperti tidak punya jamban dan tidak ada air bersih. Selain itu, waktu anak lahir tidak ikut KB.
“Kalau dilihat data yang kita dapat, kita di angka 5,9 persen. Itu angka kecil. Turun dari tahun lalu 7,2 persen. Tapi karena ada faktor lain yang masuk yang tadi saya sampaikan prevalensi jadi angka 8,7 persen,” ungkapnya saat ditemui pada peringatan HKN, di Kantor Dinkes Bali, Rabu (12/11).
Diungkapkan, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali melakukan sensus ulang sebanyak 189 ribu balita di Bali untuk pengukuran ulang badan balita. Pengukuran telah berjalan dan akan dilakukan hingga 14 November 2025. Sensus dilakukan karena dari pemerintah pusat tidak menggelar survei.
Berdasarkan data SSGI, angka stunting di Kota Denpasar mencapai 10,4 persen. Angka ini lebih besar dibandingkan Jembrana 7,5 persen. Data ini juga dibantah. Anom mengatakan data sebenarnya sebesar 1,5 persen stunting di Kota Denpasar.
Anom menyebut kemungkinan data prevalensi Kota Denpasar tinggi karena pengaruh banyak pendatang di Denpasar. “Itu dia (pendatang, red) tidak punya rumah. Nanti data paling update mungkin akhir November tahun 2025. Total semua, 189 ribu balita di Bali akan diukur semua,” tandasnya.
Adapun berdasarkan data prevalensi balita Provinsi Bali bermasalah gizi berdasarkan data SSGI tahun 2024, yaitu Jembrana 7,5 persen, Tabanan 7,5 persen, Badung 7,2 persen, Gianyar 5,4 persen, Klungkung 5,2 persen, Bangli 8,3 persen, Karangasem 13 persen, Buleleng 14,8 persen, dan Kota Denpasar 10,4 persen. (Ketut Winata/balipost)










