Bali Blockchain Summit 2025 di Denpasar, Jumat (31/10), para tokoh muda Bali menyerukan pentingnya mengembalikan semangat partisipasi politik generasi muda agar tidak apatis terhadap kebijakan public. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Era digital telah mentransformasi wajah politik Indonesia. Media sosial dan platform digital kini menjadi ruang baru tempat opini publik terbentuk, ide menyebar, dan aspirasi kaum muda disuarakan.

Demokrasi tak lagi terbatas pada ruang fisik, melainkan meluas ke ranah digital yang serba cepat. Namun, di balik peluang itu, muncul pula tantangan berupa disinformasi, polarisasi, dan rendahnya literasi politik di kalangan anak muda.

Dalam forum Bali Next Gen: Digital Democracy, Masa Depan Partisipasi Politik Anak Muda di Era Digital, serangkaian Bali Blockchain Summit 2025 di Denpasar, Jumat (31/10), para tokoh muda Bali menyerukan pentingnya mengembalikan semangat partisipasi politik generasi muda agar tidak apatis terhadap kebijakan publik.

Baca juga:  Zodiak yang Paling Cocok Jadi Teman Traveling

Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar Ida Bagus Yoga Adi Putra mengatakan politik sering kali dipersepsikan negatif oleh anak muda, padahal politik memiliki peran besar dalam kehidupan sehari-hari. “Kenapa politik layaknya sedang kena virus, enggak mau didekati. Padahal politik itu luar biasa, dengan politik kita bisa bantu banyak orang,” ujar Yoga.

“Gedung-gedung mewah seperti ini ada karena proses politik, mulai dari penganggaran hingga kebijakan. Harga bahan pokok, harga BBM, semua dipengaruhi oleh keputusan politik,” tambahnya.

Pandangan senada disampaikan penggiat media sosial dari Balinggih, Adrian Maha Putra, yang menilai rendahnya kepercayaan generasi muda terhadap politik harus diimbangi dengan pendidikan dan kesadaran politik yang lebih kuat.

Baca juga:  SPBU Curang Agar Ditindak Tegas

“Anak muda sering berpikir, ngapain sih ngurusin politik, toh sama aja. Tapi saya ingin membangkitkan lagi rasa optimisme itu,” katanya.

“Kalau generasi muda Bali mulai peduli dengan daerahnya, mulai cinta pada tanah kelahirannya, di sana akan muncul harapan, meskipun kecil,” ujarnya.

Adrian juga mengingatkan bahwa sikap apatis anak muda justru membuka ruang bagi oknum oportunis untuk meloloskan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.

“Ketika kita tidak peduli dan apatis terhadap politik, di situlah peluang muncul bagi mereka yang hanya mencari keuntungan. Generasi muda memegang masa depan Bali. Kalau masih mudah terpengaruh politik transaksional, saya pesimis Bali bisa lebih baik,” tegasnya.

Baca juga:  Kelompok Anak Muda Angkatan 69 Gelar Garda Rock Music Bali di Kertalangu

Tapi jika anak muda menjadi pemilih cerdas, memilih figur dan gagasan, masa depan Bali tetap berada di tangan generasi muda.

Sementara itu, Chief Executive Officer Baliola, I Gede Putu Rahman Desyanta, menekankan bahwa politik seharusnya dipahami sebagai sarana untuk membangun kesejahteraan bersama.

“Politik itu sebuah alat, sebuah media untuk membangun kesejahteraan bersama. Kalau kita ingin sejahtera, kita harus cerdas berkontribusi,” jelasnya.

Tidak harus jadi calon atau pejabat, tapi bisa ikut mengkritisi, memberi masukan, atau mendukung kebijakan pemerintah. Politik yang baik, seperti dalam industri blockchain, seharusnya berjalan desentralistik, distribusi kekuasaan tanpa manipulasi.(Dika/balipost)

BAGIKAN