Pelaku usaha akomodasi mendapatkan pemahaman mengenai perizinan operasional vila di Bali.(BP/istimewa)

 

GIANYAR, BALIPOST.com – Maraknya keberadaan vila tanpa izin di Bali kini menjadi sorotan utama di kalangan pelaku pariwisata. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan mendalam, terutama bagi para pengelola vila dan pelaku usaha di sektor hospitality yang terdampak secara langsung. Kurangnya pemahaman mengenai perizinan operasional vila di Bali menjadi salah satu akar persoalan yang menyebabkan praktik usaha ilegal semakin menjamur.

Ketua Umum Bali Villa Rental and Management Association (BVRMA), I Kadek Adnyana, Jumat (24/10) mengungkapkan, pemerintah melalui dinas terkait sebenarnya telah melakukan berbagai upaya penertiban dan pemeriksaan di lapangan. Namun, pelaku industri menilai bahwa sosialisasi mengenai aturan dan persyaratan perizinan masih belum merata, sehingga banyak pengusaha yang belum sepenuhnya memahami prosedur yang benar.

Menanggapi hal tersebut, Bali Villa Rental and Management Association (BVRMA) mengambil inisiatif dengan menggelar diskusi bertajuk “Membedah Izin Vila Rental di Bali”.

Acara ini menghadirkan langsung perwakilan dari instansi pemerintah untuk memberikan penjelasan rinci terkait regulasi dan perizinan yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha villa, manajemen villa, dan akomodasi wisata lainnya.

Baca juga:  Galian C Ilegal Digerebek di Kubu

Kadek Adnyana menyampaikan harapannya agar sektor bisnis pariwisata, khususnya di bidang vila dan property rental, dapat tertata dengan lebih baik dan profesional. “Penataan sektor pervilaan menjadi langkah penting untuk mencegah berbagai persoalan seperti alih fungsi lahan, maraknya vila ilegal, meningkatnya kriminalitas di akomodasi vila, perang tarif yang tidak sehat, hingga kebocoran PAD Bali yang signifikan. Dengan kolaborasi antara pemerintah dan asosiasi, kami yakin industri ini bisa tumbuh lebih sehat, berdaya saing global, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal,” ujar Kadek Adnyana

Ketua Tim Percepatan Audit Perizinan Usaha Pariwisata Provinsi Bali, Dr. Yoga Iswara, BBA, BBM.,MM.,CHA, mengatakan, program pemerintah, khususnya di Bali, untuk melakukan penertiban dan penguatan perizinan guna menjadikan Bali sebagai destinasi pariwisata yang berkualitas. Ini untuk memperkuat perizinan untuk menata Bali agar menjadi destinasi yang berkualitas.

Baca juga:  Gerebek Toko, Ratusan Rokok Ilegal Disita

Yoga memaparkan ada tiga aspek perizinan mencakup aspek administrasi, aspek standardisasi usaha dan aspek keberlanjutan (Sustainability).

Yoga Iswara menyebutkan bahwa pemerintah menyiapkan ceklist yang minimum dan kritikal, bukan persyaratan yang optimal, agar benar-benar penting dan harus dimiliki oleh sebuah usaha akomodasi atau pariwisata. Contoh Dokumen Perizinan (Akomodasi) yang harus dipenuhi antara lain

OSS (Online Single Submission), NIB (Nomor Induk Berusaha), SPPL, Deklarasi standardisasi usaha, Sertifikat Laik Fungsi (SLF), PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF, Kejelasan kepemilikan usaha (PMA atau non-PMA), izin Tenaga Kerja Asing (jika ada).

“Penataan kembali hal-hal mendasar yang bersifat fundamental dalam perizinan usaha pariwisata agar masyarakat patuh terhadap persyaratan administrasi yang telah ditetapkan,” tegasnya.

Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali, I Nyoman Ngurah Subagia Negara, mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sistem perizinan berusaha yang disebut OSS RBA (Online Single Submission Berbasis Risiko).

Baca juga:  Instruktur Yoga Ilegal Dideportasi

Untuk memulai usaha (misalnya vila), pelaku usaha harus mendaftar di sistem OSS untuk mendapatkan semacam registrasi, yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB). Subagia Negara memaparkan saat ini sedang dilakukan penegakan hukum oleh tim terpadu (termasuk Pol PP) terhadap vila-vila yang bermasalah.

Pemerintah tidak akan serta merta langsung menutup atau mengambil tindakan keras. Tindakan akan didasarkan pada kriteria pelanggaran (berat, sedang, atau sangat ringan). Jika pelanggaran yang terjadi hanya karena pelaku usaha belum melengkapi salah satu persyaratan yang dibutuhkan, mereka masih diberikan kesempatan untuk melakukan proses melengkapi persyaratan tersebut sesuai dengan kebutuhan.

“Pemerintah hadir tidak untuk langsung mengeksekusi namun mengedepankan pendekatan persuasif, edukasi, dan komunikasi agar pelaku usaha merasa nyaman dan aman berinvestasi,” jelasnya.(Wirnaya/balipost)

BAGIKAN