NEGARA, BALIPOST.com – Suasana sakral menyelimuti kawasan hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Sabtu (11/10). Di tengah ketenangan alam dan rindangnya pepohonan, gema tabuh serta lantunan kidung suci mengiringi berlangsungnya Karya Mamungkah Padudusan Agung Ngenteg Linggih Menawa Ratna dan Tawur Labuh Gentuh di Pura Dangkhayangan Prapat Agung.
Karya suci ini menjadi momentum besar bagi masyarakat dari dua kabupaten, Jembrana dan Buleleng. Pura yang terletak sekitar tiga kilometer dari jalan raya Gilimanuk–Buleleng itu diyakini sebagai salah satu tempat payogan (pertapaan) Ida Bhatara Danghyang Dwijendra.
Di tengah kawasan konservasi yang tenang, aura spiritual terasa kuat, terutama di sekitar kolam alami yang konon tak pernah kering meski kemarau panjang. Airnya memiliki tiga warna: bening, kemerahan, dan kekuningan, dipercaya memiliki makna kesucian dan keseimbangan unsur alam.
Dalam prosesi tersebut, seni sakral Wayang Wong Griya Penida, Desa Batuagung, turut mengiringi jalannya upacara. Puluhan penari bertopeng (tapel watek wenara), menggambarkan pasukan kera Hanoman, tampil dalam suasana religius yang memukau.
Mereka menyambut Pralingga Ida Betara Siwa Budha, Melanting, dan Pasupati yang diusung dari Pemerajan Manuaba, Tampaksiring, Gianyar, menuju Pura Dangkhayangan Prapat Agung. Sebelumnya, pralingga dan pasupati tersebut sempat di-pendak menuju Pura Dangkhayangan Mertasari, Desa Adat Lokasari, Kelurahan Loloan Timur, untuk prosesi pekoleman.
Puncak prosesi berikutnya adalah mepapada sarana wewalungan, ritual penyucian hewan persembahan yang menjadi bagian dari upacara mulang pakelem. Hewan-hewan suci seperti kerbau, sapi, menjangan, anjing belang bungkem, hingga unggas disucikan di madya mandala pura sebelum akhirnya dilarung ke laut sebagai persembahan penyucian alam.
Ritual mepapada wewalungan kali ini dilaksanakan di tengah Selat Bali, tepatnya di perairan Segara Rupek, pada Minggu (12/10). Prosesi ini dilakukan menggunakan kapal ferry, disaksikan oleh sejumlah pihak terkait, termasuk perwakilan PT ASDP Ketapang–Gilimanuk, Kapolres Buleleng, Lurah Gilimanuk, serta Kapolsek Gilimanuk.
Upacara berlangsung khidmat, menjadi simbol keseimbangan antara laut, daratan, dan seluruh unsur kehidupan.
Pangelingsir Pangempon Pura Dangkhayangan Prapat Agung, Ida Bagus Susrama, mengatakan dua upacara utama—mendak pralingga dan mapapada wewalungan—merupakan inti dari pelaksanaan karya suci ini. “Setelah prosesi ini, rangkaian dilanjutkan dengan mulang pakelem, mapasar, dan mendak siwi di Pura Melanting,” ungkapnya.
Karya besar ini merupakan bagian dari rangkaian Karya Ngenteg Linggih Pura Dangkhayangan Prapat Agung yang puncaknya akan digelar pada 5 November 2025 mendatang. Lebih dari sekadar ritual keagamaan, upacara ini menjadi wujud nyata pelestarian nilai-nilai spiritual, budaya, serta harmoni antara manusia, alam, dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa di jantung hutan Bali Barat. (Surya Dharma/balipost)