
DENPASAR, BALIPOST.com – Pihak manajemen GWK akhirnya membongkar tembok pembatas akses jalan warga Banjar Adat Giri Dharma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Rabu (1/10).
Meskipun demikian, Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya menekankan evaluasi belum tuntas karena pihaknya masih menunggu respons langsung masyarakat.
Apakah warga di sana sudah puas dengan pembongkaran tersebut atau tidak. “Saya mohon waktu untuk mengetahuinya 1-2 hari ini, karena (pembongkaran,red) sedang berlangsung. Saya tidak sempat hadir di situ jadi kita tunggu 1-2 hari,” ujarnya, Rabu (1/10).
Pria yang akrab disapa Dewa Jack ini mengatakan bahwa pembongkaran ini menyusul rekomendasi hasil rapat pimpinan (rapim) DPRD Bali yang dikeluarkan dan diserahkan secara resmi kepada Gubernur Bali, Wayan Koster dan Bupati Badung, Wayan Adi Arnawa, pada Selasa (30/9) kemarin.
Dewa Jack, menegaskan rekomendasi yang disampaikan ke Gubernur Bali itu memberikan kewenangan penuh kepada eksekutif dan Satpol PP untuk mengeksekusi pembongkaran jika pihak GWK tetap tidak merespons.
Intinya, rekomendasi DPRD ini menyebut penutupan akses publik tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat, menghambat aktivitas sosial, hingga melanggar berbagai aturan hukum. DPRD menilai tindakan manajemen GWK yang menutup jalan tidak dapat dibenarkan karena jalan itu selama ini digunakan masyarakat sebagai jalur utama.
Dalam rekomendasi juga disebutkan, DPRD menegaskan penutupan jalan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, DPRD juga mengacu pada Pasal 43 huruf a PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah, yang secara tegas melarang pemegang hak guna bangunan (HGB) menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, maupun jalan air. Tindakan GWK menutup jalan dengan tembok, menurut DPRD, jelas melanggar aturan tersebut.
Lebih jauh, Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria juga menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Menurut DPRD, menutup jalan yang sudah lama dipergunakan masyarakat sama artinya dengan mengabaikan fungsi sosial tanah.
Dewa Jack menerangkan penutupan jalan bisa dijerat dengan Pasal 192 KUHP tentang perbuatan merintangi jalan umum, Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum, serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memuat ancaman pidana bagi pihak yang menutup jalan umum.
Bahkan, jika penutupan itu berdampak pada lingkungan, hal tersebut dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Politisi partai PDIP ini menegaskan kewajiban perusahaan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar. Melalui rekomendasi itu, DPRD meminta Gubernur Bali segera menindaklanjuti langkah eksekusi pembukaan jalan dengan melibatkan Satpol PP maupun aparat berwenang lainnya.
DPRD juga mengingatkan agar hak masyarakat dipulihkan, akses menuju tempat suci dijamin, dan prinsip fungsi sosial tanah tetap dijaga.
Lebih lanjut, DPRD Bali juga mendorong Pemerintah Kabupaten Badung dalam hal ini Bupati Adi Arnawa untuk tidak hanya membuka akses jalan tersebut, tetapi juga mengambil langkah pengamanan dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.
Dewa Jack juga mengimbau organisasi perangkat daerah yang terkait agar memfasilitasi mediasi antara masyarakat dan pihak GWK, guna mencari solusi jangka panjang yang menjamin hak akses warga tetap terjaga.
Jika tidak ditangani secara serius, persoalan ini dikhawatirkan akan terus memicu konflik horizontal dan ketegangan sosial di kawasan tersebut. (Ketut Winata/balipost)