Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat. (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam pidatonya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menarik perhatian dunia. Ia menutup pernyataannya menggunakan salam dari berbagai tradisi keagamaan di Indonesia, termasuk salam khas umat Hindu, Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Salam penutup itu disampaikan setelah rangkaian pembahasan mengenai perdamaian, ketahanan pangan, hingga komitmen Indonesia terhadap stabilitas global. Prabowo mengawali dengan salam Islam, dilanjutkan salam Kristen, Hindu, Buddha, hingga salam khas nusantara.

Kehadiran salam lintas agama tersebut sontak mendapat tepuk tangan hangat dari para delegasi yang hadir.

Langkah ini segera menjadi sorotan media internasional. Beberapa portal berita di India menyoroti penggunaan salam “Om Shanti” sebagai simbol penghormatan pada nilai spiritual Hindu yang universal. Sementara di dalam negeri, banyak pihak menilai gestur tersebut mencerminkan sikap inklusif dan penghargaan terhadap keragaman bangsa.

Baca juga:  Pemprov Bali Dukung Penuh Indonesian Badminton Festival 2021

Ucapan salam yang akrab di telinga masyarakat Indonesia itu tidak hanya menjadi penutup pidato, tetapi juga pesan moral bahwa perbedaan keyakinan seharusnya tidak menjadi penghalang untuk bersatu. Dengan cara sederhana, Prabowo berhasil menampilkan wajah Indonesia sebagai bangsa yang beragam namun tetap menjunjung tinggi persaudaraan.

Resonansi positif dari momen ini menambah bobot diplomasi Indonesia di panggung dunia, sekaligus menguatkan pesan bahwa perdamaian dan toleransi adalah nilai yang selalu dibawa bangsa ini ke forum internasional.

Ungkapan atau mantra “Om Shanti Shanti Shanti Om” berasal dari tradisi Hindu. Kata Om dianggap sebagai suara suci yang mewakili sumber segala ciptaan, dikenal juga sebagai Pranava Mantra. “Om” adalah awalan serta akhiran sebuah mantra, melambangkan pengakuan umat atas kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan.

Sementara, kata “Shanti” berarti damai atau ketenangan. Dalam ajaran agama Hindu, kata “Shanti” biasanya diulang tiga kali. Tiga kali pengulangan itu melambangkan permohonan kedamaian pada tiga tingkat.

Baca juga:  BMKG Imbau Masyarakat Waspada Gelombang Tinggi di Selat Bali

Pertama, kedamaian dari gangguan alam (adhibhuta), seperti bencana, cuaca buruk, atau penyakit alami. Kedua, kedamaian dari gangguan makhluk lain (adhibaivika), misalnya konflik, kekerasan, atau ketidakharmonisan sosial. Ketiga, kedamaian dari dalam diri (adhyatmika) atau ketenangan batin, pikiran, dan emosi manusia itu sendiri.

Dengan demikian, setiap kali seseorang mengucapkan “Om Shanti Shanti Shanti Om”, sebenarnya ia sedang memanjatkan doa agar seluruh aspek kehidupan yakni alam, hubungan sosial, dan batin, dipenuhi kedamaian.

Di Bali, salam ini sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari umat Hindu. Biasanya diucapkan pada akhir doa, upacara adat, maupun pertemuan resmi.

Dalam upacara agama: umat Hindu Bali menutup doa dengan “Om Shanti Shanti Shanti Om” sebagai permohonan terakhir agar upacara berjalan damai dan hasilnya membawa berkah.

Baca juga:  Amankan Nyepi, Ini Jumlah Personel Dikerahkan

Di sisi kehidupan sosial, salam ini digunakan saat mengakhiri pertemuan, baik di lingkungan keluarga, komunitas, maupun acara budaya. Dalam seni dan budaya, banyak lagu, tarian, hingga pertunjukan teater Bali yang memasukkan ungkapan ini, menegaskan kedamaian sebagai nilai utama.

Di luar Bali, salam ini juga semakin dikenal sebagai simbol universal perdamaian. Tidak hanya umat Hindu, banyak masyarakat di Indonesia menggunakannya dalam acara lintas agama sebagai tanda penghormatan dan persaudaraan.

Kehadiran “Om Shanti Shanti Shanti Om” di forum internasional, seperti yang pernah dibawa pemimpin Indonesia di PBB, menunjukkan bagaimana nilai budaya lokal dapat memberi inspirasi global. Dari pura-pura di Bali hingga mimbar dunia, salam sederhana ini membawa pesan yang sama yaitu harapan akan kedamaian bagi seluruh makhluk. (Sumarthana/balipost)

BAGIKAN