Kondisi TPA Mandung yang overload dan perlu penanganan lebih lanjut. (BP/istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Jelang dihentikannya sistem open dumping pada akhir Desember 2025, Pemkab Tabanan mulai ancang-ancang melakukan pengolahan sampah berbasis modern. Salah satu langkah awalnya rencana perluasan lahan di sekitar TPA Mandung, Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan untuk mendukung pengolahan sampah.

Sekda Tabanan, Gede Susila, menyebut perluasan lahan dilakukan sebagai bagian dari penataan awal sebelum teknologi pengolahan sampah modern diterapkan. “Lokasinya tetap di sekitar TPA Mandung. Dianggarkan 6 Miliar tetapi ini belum, nanti ini. karena sistem open dumping akan distop, sehingga kawasan ini harus ditata lebih dulu,” ujarnya, Jumat (19/9).

Baca juga:  Serikat Pekerja Tolak Monitoring UMK

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tabanan, I Gusti Putu Ekayana, menegaskan rencana ini bukan untuk memperbesar pembuangan sampah. Dijelaskannya, lahan tambahan ini sebagai sarana pendukung untuk menaruh alat alat, bukan memperluas buangan sampah. “Target 2026, TPA Mandung sudah beralih ke teknik controlled landfill,” jelasnya.

Apalagi, TPA Mandung selalu menampung sekitar 110 ton sampah per hari. Jumlah ini bisa melonjak hingga 60 persen ketika ada upacara besar atau bencana banjir, sehingga percepatan pengolahan modern dinilai mendesak.

Baca juga:  Thai Airways Gelar Tur Edukasi Agen Perjalanan 2017

Menurut Ekayana, sejatinya revitalisasi TPA Mandung sudah lama terkonsep hanya saja tertunda akibat pandemi Covid-19 dan kebakaran. Kini, Pemkab mempercepat penataan dengan mendorong desa mengolah sampah di sumbernya. Tercatat sudah ada 49 teba modern telah berdiri, sebagian besar dibangun mandiri oleh desa. “Dengan teba modern, sampah organik bisa diolah jadi kompos hanya dalam 1–2 bulan menggunakan campuran eco enzim. Ini sangat membantu mengurangi beban TPA,” kata Ekayana.

Baca juga:  Puluhan Hektar Kekeringan Akibat Irigasi Jebol, PUPR Provinsi Segera Lakukan Perbaikan

Selain itu, Tabanan juga memiliki 43 TPS3R di 10 kecamatan, namun hanya 28 unit yang masih aktif. Kendala utama adalah pemasaran kompos dan plastik daur ulang, biaya operasional tinggi, serta partisipasi warga yang masih minim.(Dewi Puspitawati/balipost)

 

BAGIKAN