Tim DKLH Bali bersama komunitas dan kelompok nelayan berjibaku membersihkan sampah plastik akibat banjir bandang di kawasan mangrove. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Banjir bandang yang melanda Bali pada 10 September 2025 mengakibatkan kerusakan di sedikitnya tujuh titik wilayah kabupaten/kota. Dampak terparah terjadi di Kota Denpasar. Peristiwa ini menimbulkan 17 orang korban jiwa. Bahkan hingga kini masih ada warga yang dinyatakan hilang dan dalam pencarian tim gabungan Basarnas bersama aparat terkait.

Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Rentin, mengungkapkan bahwa pihaknya kini tengah fokus pada penanganan timbulan sampah yang terbawa arus banjir, khususnya di kawasan mangrove. Menurutnya, banjir tidak hanya menyisakan kerusakan dan korban, tetapi juga meninggalkan tumpukan sampah dalam jumlah besar, terutama sampah plastik.

Baca juga:  Peringati Hari Jadi ke-67, Ini 7 Fakta Terbentuknya Provinsi Bali

“Kami bersama komunitas dan kelompok nelayan turun langsung ke kawasan mangrove. Kita melihat tumpukan sampah, terutama plastik, yang cukup mengkhawatirkan. Tidak ada kata menyerah, apalagi lelah. Semua komponen kita gerakkan untuk membersihkan sisa banjir,” ujar Rentin Sabtu (13/9).

Ia menjelaskan, sekitar 300 personel gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, pemerintah daerah, komunitas, hingga kelompok nelayan dilibatkan dalam aksi bersih-bersih ini. DKLH sendiri menurunkan sedikitnya 80 kano yang masing-masing dioperasikan 2 orang, dengan target mengumpulkan puluhan ton sampah dalam beberapa hari ke depan.

Baca juga:  Bupati Tabanan Buka BPGS dan Bazaar Budaya

Berdasarkan data DKLH, total timbulan sampah akibat bencana banjir pada 10–11 September 2025 mencapai 154,65 ton. Sampah tersebut terdiri dari potongan kayu dan pohon tumbang, sampah organik, serta sampah anorganik seperti beton, lumpur, plastik, logam, kain, kaca, dan karet. Tidak sedikit pula ditemukan limbah B3 yang berasal dari barang hanyut maupun bangunan yang roboh.

Rentin menargetkan, dalam 3-4 hari ke depan, seluruh kawasan mangrove dapat kembali bersih dari timbunan sampah plastik. Ia menegaskan, upaya ini bukan hanya tugas pemerintah, melainkan memerlukan kesadaran kolektif seluruh pihak, termasuk dunia usaha.

Baca juga:  Rp 1,6 Miliar untuk Sepatu dan Kaos Kaki

“Kita berharap ke depan ada kesadaran bersama bahwa ancaman sampah plastik sangat nyata. Saat banjir kemarin, yang paling dominan terlihat adalah sampah plastik. Ini menjadi peringatan bagi kita semua,” tegasnya.

Lebih jauh, Rentin menambahkan bahwa pembersihan ini juga ditujukan untuk melindungi ekosistem mangrove dari kerusakan. Ia mengingatkan, jika tidak segera ditangani, tumpukan sampah dapat mencemari bahkan mengakibatkan kematian tanaman mangrove.

“Fokus kita bukan hanya membersihkan, tetapi juga menyelamatkan mangrove agar tidak rusak akibat kontaminasi sampah. Semoga Bali segera pulih pasca banjir,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN