
BANGLI, BALIPOST.com – Ratusan tenaga kesehatan (nakes) berstatus pengabdi di Kabupaten Bangli kembali menyuarakan harapannya agar pemerintah daerah dapat mengangkat mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Aspirasi itu disampaikan nakes saat melakukan audensi ke gedung DPRD Bangli, Senin (1/9).
Koordinator Forum Komunikasi Tenaga Kesehatan Honorer Kabupaten Bangli, Sang Made Adiatma Putra mengatakan bahwa kedatangan pihaknya ke gedung DPRD Bangli merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya pada 3 Januari 2024.
Ia menjelaskan bahwa 124 tenaga kesehatan pengabdi yang hadir ke DPRD Bangli khawatir akan status mereka. Pasalnya sesuai dengan Undang-Undang ASN Nomor 22 Tahun 2023, penuntasan tenaga non-ASN harus sudah selesai tahun ini. Jika amanat UU ini dijalankan, maka akan terjadi PHK massal terhadap para nakes pengabdi pada bulan Desember.
“Jika amanat UU ini dijalankan, maka akan terjadi PHK massal pada akhir tahun ini. Kami mohon agar status kami jelas, karena peran kami sangat sentral dalam pelayanan kesehatan,” ujar Adiatma.
Mengingat kondisi fiskal daerah yang terbatas, Adiatma mengatakan, pihaknya tidak menuntut untuk diangkat menjadi PPPK penuh waktu. Pihaknya hanya meminta diangkat menjadi PPPK paruh waktu. Adiatma sangat berharap Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dapat mengusulkan dan DPRD menyetujui usulan tersebut. “Yang terpenting kami memiliki NIP, dan status kami jelas,” tambahnya.
Adiatma sendiri sudah mengabdi selama 12 tahun, sementara beberapa rekannya bahkan ada yang sudah 16 tahun, tanpa gaji tetap. Para nakes pengabdi di Bangli selama ini hanya mengandalkan insentif dari jasa pelayanan yang bersifat fluktuatif.
Sementara itu Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika usai menerima nakes pengabdi mengatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi ini dengan segera mengadakan rapat bersama OPD terkait. Pihaknya akan mengupayakan agar apa yang menjadi harapan para nakes ini sudah ada kepastian secepatnya. “Kamis ini kami ajak nakes rapat dengan eksekutif. Harapannya ada solusi dan kepastian,” kata Suastika.
Diakuinya bahwa aspirasi yang sama sudah sempat disampaikan para nakes pengabdi tahun lalu. Namun demikian belum bisa direalisasikan pemerintah daerah. Kendalanya adalah karena ketersediaan anggaran. Dijelaskan bahwa ketika pengabdi diangkat menjadi PPPK maka pemerintah daerah harus menganggarkan untuk gajinya. “Jadi kendalanya dana. PPPK ini dibayar oleh daerah tidak dari DAU,” jelasnya.
Suastika juga mengatakan bahwa dalam melakukan rekrutmen PPPK pemerintah daerah harus melakukan pemetaan sesuai dengan kebutuhan. “Rekrutmen prinsipnya harus sesuai analisis beban kerja,” imbuhnya. (Dayu Swasrina/Balipost)