Ketua MA Sunarto. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Mahkamah Agung (MA) menurunkan biaya perkara kasasi dan peninjauan kembali (PK). Harganya dari Rp500 ribu menjadi Rp400 ribu dan biaya peninjauan kembali (PK) dari Rp2,5 juta menjadi Rp2 juta untuk meringankan beban finansial rakyat yang mencari keadilan.

Penurunan biaya perkara tersebut disampaikan Ketua MA Sunarto saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 MA RI di Jakarta, Selasa (19/8).

Dikutip dari Kantor Berita Antara, keputusan itu tertuang dalam SK Ketua MA Nomor 140/KMA/SK.HK2/VIII/2025.

“Kebijakan ini diharapkan mampu meringankan beban finansial para pencari keadilan, memberikan akses layanan keadilan yang lebih luas bagi masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya di tingkat pengadilan tertinggi,” kata Sunarto.

Baca juga:  Sah, Jaksa Ajukan Kasasi Kasus Prof. Antara Dkk

Langkah tersebut diambil MA karena digitalisasi yang telah dilakukan menuai dampak positif. Kebijakan sistem pengajuan kasasi dan PK secara elektronik yang diberlakukan MA sejak Mei 2024 ternyata meringankan biaya penyelesaian perkara.

Sunarto menjelaskan komponen biaya menjadi berkurang karena tidak ada lagi biaya pengiriman berkas. Oleh karena itu, MA mengambil langkah strategis lanjutan dengan menurunkan biaya perkara pada tingkat kasasi dan PK. “Terhitung tanggal 1 September 2025 mendatang,” Ketua MA menambahkan.

Baca juga:  Prajurit Korem Tingkatkan Kemampuan Bertarung

Dalam kesempatan itu, Sunarto juga mengatakan pelayanan hukum yang berkeadilan merupakan garansi untuk setiap warga negara dapat mengakses layanan peradilan secara sederhana, mudah, cepat, berbiaya ringan, dan transparan.

Menurut dia, setidaknya ada dua landasan terkait penguatan pilar pelayanan hukum berkeadilan tersebut, yakni menghindari pelayanan yang bersifat transaksional dan modernisasi pelayanan melalui optimalisasi teknologi informasi (TI).

Dia menekankan, pelayanan peradilan harus dilandasi integritas dan profesionalisme, bukan transaksi yang memanfaatkan posisi dan kebutuhan masyarakat pencari keadilan. “Segala bentuk pungutan di luar ketentuan resmi, gratifikasi, atau permintaan imbalan atas layanan peradilan harus dikikis agar tidak menjadi budaya di lembaga peradilan,” katanya.

Baca juga:  Ini, Dua Calon Hakim Agung yang Disetujui Komisi III DPR

Selain itu, pemanfaatan TI disebut menjadi instrumen penting dalam mewujudkan pelayanan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Ia meyakini inovasi merupakan kunci dalam menghadapi dinamika perkembangan zaman.

“Pemanfaatan TI juga mampu memangkas hambatan birokrasi serta memperluas keterbukaan informasi,” ujarnya. (Kmb/balipost)

 

BAGIKAN