Ketua DPR RI Puan Maharani (tengah) bersama Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal (kanan) dan Saan Mustopa (kiri) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon, diminta untuk menjelaskan dasar argumentasi Hari Kebudayaan Nasional ditetapkan pada 17 Oktober. Permintaan itu diminta Ketua DPR RI Puan Maharani.

“Kami akan meminta kepada Kementerian Kebudayaan atau Menteri Kebudayaan melalui Komisi X untuk menerangkan dan menjelaskan apa dasar dan argumentasinya terkait dengan hal tersebut,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip dari kantor Berita Antara, Selasa (15/7).

Dia menekankan, pentingnya transparansi dalam penetapan kebijakan terkait kebudayaan nasional agar tidak dipersempit secara eksklusif menjadi milik kelompok tertentu.

Baca juga:  Rencana Moratorium Vila Direspon Dispar Bali

“Jadi jangan sampai itu bersifat inklusif ataupun eksklusif, dan ini enggak boleh kemudian tanpa dasar, dan saya berharap bahwa Menteri Kebudayaan bisa menjelaskan argumentasinya dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Sebab, kata dia, kebudayaan sedianya merupakan milik seluruh rakyat, baik itu lintas generasi maupun lintas zaman. “Jadi jangan sampai kemudian menimbulkan polemik karena kebudayaan adalah milik seluruh rakyat, dan ini adalah terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan lintas generasi dan lintas zaman,” tuturnya.

Baca juga:  Museum Sarkofagus Jadi Pusat Edukasi, Riset, dan Konservasi

Sebagai sebuah kebijakan publik, dia pun mengingatkan landasan penetapan Hari Kebudayaan Nasional haruslah kuat agar tidak menimbulkan potensi perpecahan atau kontroversi yang tidak perlu.

“Jadi saya minta untuk bisa dijelaskan dasar dan argumentasinya dengan baik untuk tidak menimbulkan polemik yang berkelanjutan,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan bahwa penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional dilakukan merujuk pada tanggal penandatanganan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.

Baca juga:  Kemenhub Terus Dorong Produktivitas Muatan Tol Laut

Menurut siaran pers kementerian di Jakarta, Senin (14/7), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951.

“PP tersebut menetapkan lambang Negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian integral dari identitas bangsa,” kata Fadli.

Dia menjelaskan Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia, yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN