Penampilan anak-anak dari Sanggar Seni Sudha Wirad, Banjar Pipitan, Desa Canggu, Kuta Utara, pukau penonton Parade Gong Kebyar Anak-anak Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ada yang berbeda di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Senin malam (23/6). Di bawah sorotan lampu dan ribuan pasang mata, puluhan anak-anak dari Sanggar Seni Sudha Wirad, Banjar Pipitan, Desa Canggu, Kuta Utara, tampil lepas dan penuh semangat dalam Parade Gong Kebyar Anak-anak Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47.

Penampilan mereka bukan sekadar pertunjukan musik dan tari, tapi juga pembawa pesan: tentang keseimbangan masa lalu dan masa kini, tentang menjaga alam dan merangkul zaman. Sejak awal, anak-anak Badung sudah tampil beda. Diiringi atraksi ringan di atas panggung, mereka melepaskan sekitar 50 ekor burung perkutut ke langit malam, tindakan simbolis yang menyuarakan kepedulian terhadap alam.

Baca juga:  Desa Adat Pohgading Gelar Upacara Napak Pertiwi

“Kami ingin menanamkan nilai-nilai harmoni pada anak-anak, termasuk dengan alam sekitar,” ujar I Putu Wahyudi Cahaya Putra, Sekretaris Sanggar.

Penampilan dibuka dengan tabuh kreasi “Tala Bhanga”, sebuah komposisi musikal penuh dinamika karya I Nyoman Wiradarma Yoga. Dengan pembinaan dari Nyoman Astadi Jaya Pramana, tabuh ini mengajak penonton merenungi harmoni yang tidak selalu lahir dari keseragaman, tapi justru dari keberagaman dan perbedaan.

Berlanjut ke tari klasik “Tedung Sari”, ciptaan I Nyoman Suarsa pada 1989. Dibawakan oleh sembilan penari kecil, tari ini memvisualkan keanggunan payung sebagai simbol perlindungan spiritual dan kultural masyarakat Bali.

Baca juga:  Peserta Pemilu Diingatkan Tak Libatkan Anak-Anak Dalam Kampanye

Yang paling mencuri perhatian datang di akhir, lewat pertunjukan dolanan “Kidal Kidul”. Anak-anak tampil lucu, jenaka, dan menggemaskan saat memerankan berbagai jenis permainan, mulai dari layangan dan jual-jualan hingga game digital dan vlog. Garapan ini digarap serius oleh tim kreatif yang terdiri dari I Made Ariawan, I Wayan Tisna Dana, hingga Ni Putu Tina Ratna Puspa Dewi.

“Kami ingin menyampaikan bahwa di era digital seperti sekarang, anak-anak tetap bisa bermain dua dunia. Tidak melupakan yang lama, tapi juga tidak menolak yang baru,” terang Wahyudi Putra.

Ia mengakui, tantangan terbesar dalam latihan adalah soal fokus. Kami kumpulkan HP mereka saat latihan. Itu cara kami melatih disiplin,” katanya.

Baca juga:  Penting, Tingkatkan Keterampilan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak

Latihan dimulai sejak Februari 2025, tiga kali seminggu, dan semakin intens setiap hari sejak Juni. Total, ada 75 anak yang diseleksi. Terpilih 38 penabuh, 9 penari, dan 28 pemain dolanan. Proses ini berlangsung di wilayah Kuta Utara, melalui pendekatan kreatif yang tetap menyenangkan.

PKB ke-47 tak hanya menjadi ajang unjuk bakat, tapi juga cermin upaya merawat budaya lewat generasi muda. Dan malam itu, anak-anak Badung berhasil menyalakan harapan bahwa warisan seni bisa terus hidup, bahkan di tengah gempuran zaman. (Adv/Balipost)

 

BAGIKAN