Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Uang senilai Rp11,8 triliun yang disita dari PT Wilmar Group terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO), bukanlah uang jaminan.

Jawaban tersebut merupakan respons atas pernyataan PT Wilmar Group yang dirilis pada hari Rabu (18/6). Perusahaan itu mengatakan bahwa menempatkan uang Rp11,8 triliun tersebut ke dalam dana jaminan.

“Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait dengan kerugian keuangan negara, tidak ada istilah dana jaminan. Yang ada uang yang disita sebagai barang bukti atau uang pengembalian kerugian keuangan negara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada wartawan di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (19/6).

Baca juga:  Pemerintah Ajukan Ratusan Daftar Inventarisasi Masalah

Karena perkara yang menyeret Wilmar ini masih berjalan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, kata dia, uang triliunan rupiah tersebut saat ini disita agar bisa dipertimbangkan dalam putusan pengadilan.

Lebih lanjut Kapuspenkum menegaskan bahwa penyitaan uang Rp11,8 triliun sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan.

“Kami juga menyitanya sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan jaksa penuntut umum (JPU) sudah memasukkan tambahan memori kasasi terkait dengan penyitaan uang tersebut,” ujarnya.

Diketahui bahwa Kejagung menyita uang Rp11,8 triliun dari tersangka korporasi PT Wilmar Group dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan produk turunannya pada tahun 2022.

Baca juga:  Zarof Ricar Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus TPPU

Uang triliunan rupiah tersebut disita dari lima anak perusahaan PT Wilmar Group, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Akibat perbuatan para terdakwa korporasi, menurut Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Sutikno, negara mengalami kerugian dalam tiga bentuk, yaitu kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara yang seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,00.

Dalam perkembangannya, pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025, kelima korporasi itu mengembalikan seluruh uang sebagaimana total nilai kerugian yang ditetapkan, yaitu sebesar Rp11.880.351.802.619,00.

Baca juga:  Antisipasi Penyalahgunaan Narkoba, BNNP Bali Libatkan Pecalang dan ST

“Uang tersebut sekarang kami simpan di rekening penampungan lain (RPL) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Bank Mandiri,” kata Sutikno.

Menanggapi penyitaan tersebut, PT Wilmar Group merilis pernyataan yang mengatakan bahwa kejaksaan meminta perusahaan tersebut menempatkan dana jaminan sebesar Rp11.880.351.802.619,00.

Diungkapkan pula oleh Wilmar bahwa dana jaminan akan dikembalikan apabila mereka menang pada tingkat kasasi. Namun, uang tersebut dapat disita sebagian atau seluruhnya apabila Wilmar kalah dalam persidangan kasasi. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN